PENGERTIAN BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Belajar Merupakan Tindakan dan Perilaku siswa yang
kompleks, sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri.
Siswa adalah penentu terjadi atau tidak terjadinya proses belajar. Proses
belajar terjadi karena siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.
Lingkungan yang dipelajari oleh siswa adalah keadaan alam, benda-benda, hewan,
tumbuh-tumbuhan, manusia atau hal-hal yang akan dijadikan bahan belajar.
Belajar adalah proses mencari, memahami, menganalisis
suatu keadaan sehingga terjadi perubahan perilaku, dan perubahan tersebut tidak
dapat dikatakan sebagai hasil belajar jika disebabkan oleh karena pertumbuhan
atau keadaan sementara. (Syaifuddin Iskandar : 2008 : 1)
Sedangkan pembelajaran/ instruksional adalah
usaha mengorganisasikan lingkungan belajar sehingga memungkinkan siswa
melakukan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan
menggunakan berbagai media dan sumber belajar tertentu yang akan mendukung
pembelajaran itu nantinya.
PRINSIP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Ada banyak sekali teorti dan prinsip belajar yang
dikemukakan olehh para ahli yang satu dengan yang lain memiliki persamaan
dan juga perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat prinsip
yang relatif berlaku umum yang dapat kita pakai sebagai dasar dalam upaya
pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun
bagi guru dalam upaya meningkatkan cara mengajarnya. Adapun prinsip-prinsip
Belajar dan Pembelajaran yaitu :
1. Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam
kegiatan belajar. Dari kajian teori belajr pengolahan informasi terungkap bahwa
tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar (Gage dan Barliner, 1984 :
335). Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan
pelajaran sesuai dengan kebutuhannya.
Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan
penting dalam kegiatan belajar mengajar. Motivasi adalah tenaga yang
menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat dibandingkan
dengan mesin dan kemudi pada mobil (Gage dan Barliner, 1984 : 372).
“Motivation is the concept we use when describe the
force action on or within organism to initiate and direct behavior””. Demikian menurut H.L Petri (Petri, Herbert L,
1983:3). Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai
tujuan, motivasi merupakan salah satu tujuan dalam mengajar. Guru berharap
bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan
belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti
halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan
keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai dan keterampian.
Motivasi dapat bersifat internal, artinya datang dari
dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari orang lain,
dari guru, orang tua, teman dan sebaginya. Motivasi juga dibedakan atas motif
intrinsik dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik adalah tenaga pendorong
yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa yang
dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin
memiliki pengetahuan yang dipelajarinya. Sedangkan Motif ekstrinsik
adalah tenaga pendorong yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya tetapi
menjadi penyertanya, sebagai contoh, siswa belajar dengan sungguh-sungguh bukan
disebabkan ingin memiliki pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong oleh
keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah. Naik kelas dan mendapatkan ijazah
adalah penyerta dari keberhasilan belajar.
2. Keaktifan
Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya
jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar
menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini anak
memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu
untuk mencari, menemukan, dan menggunakan pengetahuan yang diperolehnya. Dalam
proses belajar mengajar anak mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah,
mencari dan menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan.
Thorndike mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar
dengan hukum “Law of exercise”-nya yang menyatakan bahwa belajar
memerlukan adanya latihan-latihan. Dalam setiap proses belajar, siswa selalu
menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam, mulai dari kegiatan fisik
yang mudah kita amati sampai pada kegiatan psikis yang susah untuk kita amati.
Kegiatan fisik dapat berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih
keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Contoh kegiatan psikis misalnya
menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan maslaah yang
dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan,
dan kegiatan psikis yang lain.
3. Keterlibatan Langsung / Berpengalaman
Dalam Belajar yang menggunakan pengalaman langsung,
siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia juga harus menghayati,
terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.
Pentingnya keterlibatan langsung dalam belajar
dikemukakan oleh Jhon Dewey dengan “Learning by doing”. Belajar
sebaiknya dialami melalui perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan oleh
siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok, dengan cara memecahkan
masalah (problem solving). Guru kapasitasnya hanya bertindak sebagai pembimbing
dan fasilitator.
Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan
sebagai keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah
keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam
pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi
nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan juga pada saat mengadakan
latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.
4. Pengulangan
Prinsip belajar yang menekankan perlunya pengulangan
barang kali yang paling tua adalah yang dikemukakan oleh teori Psikologi
Daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada
manusia yang terdiri atas daya pengamat, menanggap, mengingat, menghayal,
merasakan, berfikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka
daya-daya tersebut akan berkembang. Seperti halnya pisau yang selalu diasah
akan menjadi tajam, maka daya-daya yang dilatih dengan mengadakan
pengulangan-pengulangan akan menjadi sempurna.
5. Tantangan
Dari teori Medan yang dikemukakan oleh Kurt Lwewin,
bahwa siswa dalam situasi belajar berada dalam suatu medan atau lapangan
psikologis. Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin
dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka
timbullah motif untuk mengatasi hambatan tersebut dengan mempelajari bahan
belajar tersebut.apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar
telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan yang baru pula,
demikian seterusnya.
Agar anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi
hambatan dengan baik, maka bahan belajar haruslah menantang. Tantangan yang
dihadapi oleh siswa dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk
mengatasinya. Bahan belajar yang baru, yang banyak mengandung maslaah yang
perlu dipecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya. Pelajaran yang
memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan konsep-konsep,
prinsip-prinsip, dan generalisasi akan menyebabkan siswa berusaha mencari dan menemukan
konsep-konsep dan generalisasi tersebut.
Penggunaan metode eksperimen, inquiry, discovery juga
memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar secara lebih giat dan
sungguh-sungguh. Penguatan positif maupun negatif juga akan menantang siswa dan
menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau terhindar dari hukum yang
tidak menyenangkan.
6. Umpan Balik dan Penguatan
Prinsip belajar yang berkaitan dengan umpan bailk dan
penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar Operant Conditionong
dari B.F. Skinner. Kalau pada teori Conditionong yang diberikan kondisi adalah
stimulusnya, maka pada Operant Conditioning yang diperkuat adalah responsnya.
Siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil
yang baik. Hasil, apalagi hasil yang baik, akan merupakan umpan balik
yang menyenangkan dan berpengaruh baik untuk usaha belajar selanjutnya.
Namun dorongan belajar itu menurut B.F. Skinner tidak saja oleh penguatan yang
menyenangkan tetapi juga yang tidak menyenangkan. Atau dengan kata lain
penguatan positif ataupun negatif dapat memperkuat belajar (Gage dan Barliner,
1984:272).Sebagai contoh siswa yang belajar dengan sungguh-sungguh dan
mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan, maka nilai yang baik akan mendorong
anak untuk belajar lebih giat lagi. Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai
yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas. Karena takut
tidak naik kelas, maka anak tersebut terdorong untuk belajar lebih giat lagi.
Dalam hal ini nilai buruk dan rasa takut akan mendorong anak tersebut untuk
belajar lebih giat. Inilah yang disebut dengan penguatan negatif dan di sini
siswa mencoba untuk menghindar dari peristiwa yang tidak menyenangkan. Format
sajian dapat berupa tagnya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan, dan
sebagainya merupakan cara belajar terjadinya umpan balik dan penguatan.
7. Perbedaan Individual
Siswa merupakan individual yang unik artinya tidak ada
dua orang yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang
lainnya. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan
sifat-sifatnya.
Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan
hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru
dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah
kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individu. Umumnya proses
pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan
yang rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula dengan pengetahuannya.
Pembelajaran yang klasikal yang mengabaikan perbedaan
individu dapat diperbaiki dengan berbagai cara. Antara lain dengan penggunaan
metode atau strategi belajar mengajar yang bervariasi sehingga perbedaan
kemampuan siswa dapat terlayani. Juga penggunaan media instruksional akan
membantu melayani perbedaan-perbedaan siswa dalam cara belajar. Usaha lain
untuk memperbaiki pembelajaran klasikal adalah dengan memberikan tambahan
pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa yang pandai, dan memberikan bimbingan
belajar bagi anak-anak yang kurang. Disamping itu dalam memberikan tugas-tugas
hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa, sehingga bagi siswa
yang pandai, sedang, maupun kurang akan merasakan berhasil dalam di dalam
pembelajaran.