Rabu, 13 Mei 2015

ILMU KEPELATIHAN (Metode Latihan Daya Tahan atau Endurance)



A. PENDAHULUAN
Endurance atau daya tahan dapat dibagi ke dalam dua macam. Pertama adalah daya tahan otot setempat atau muscular endurance (local endurance). Yaitu daya tahan yang menunjukkan kemampuan otot atau sekelompok otot, dalam melaksanakan tugasnya dengan waktu yang cukup lama. Seperti misalnya pada waktu melakukan latihan angkat berat atau weight training, melakukan pukulan jab berkali-kali dalam tinju, dan  juga dalam gulat. Latihan yang dilakukan untuk keperluan ini dapat dilaksanakan secara ritmik dan berulang-ulang, misalnya dalam bench press, atau secara statis seperti latihan isometrik, misalnya latihan mengunci lawan dalam bergulat.
Sedang yang dimaksud dengan latihan endurance pada umumnya yaitu Cardiorespiratory Endurance, adalah latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan seluruh tubuh untuk selalu bergerak dalam tempo sedang sampai cepat, yang cukup lama. Latihan yang dilaksanakan untuk keperluan ini, misalnya berlari, berenang atau bersepeda. Jadi yang dimaksud endurance adalah kemampuan seseorang untuk melaksanakan gerak dengan seluruh tubuhnya, dalam waktu yang cukup lama dan dengan tempo sedang sampai cepat, tanpa mengalami rasa sakit dan kelelahan berat.

B. SISTEM CARDIOVASCULAR
Pengendalian sistem cardiovascular ditujukan untuk memperlancar metabolisme tubuh, dengan cara mempertahankan tekanan dan pembagian darah ke dalam jaringan-jaringan. Pada saat latihan berlangsung, apabila keperluan oksigen dan zat-zat makanan untuk otot bertambah besar. Secara reflek akan terjadi perubahan pengaliran aliran darah, seperti timbulnya kenaikan volume darah tiap menit dan bertambahnya jumlah darah yang mengalir keotot-otot yang lebih aktif, sementara terjadi penurunan aliran kearah jaringan-jaringan yang kurang aktif. Namun aliran darah ke daerah-daerah rawan seperti kearah otak dan jantung sendiri, akan tetap atau meningkat.
Jantung dalam posisi tubuh bagaimanapun, akan selalu memompa darah keseluruh tubuh melalui jalur-jalur yang disebut sistem vascular. Yaitu jalur yang terdiri dari saluran-saluran transportasi darah keseluruh tubuh dan kembali lagi ke jantung. Saluran-saluran darah tersebut terdiri dari arteri-arteri, yang makin kecil dan masuk kejaringan tubuh seperti otot dan disebut kapiler. Sedangkan saluran darah yang kembali kejantung di sebut vena-vena kecil yang kemudian makin besar dan akhirnya masuk kejantung dan disebut vena cava.


C. PENGARUH LATIHAN TERHADAP CARDIOVASCULAR
1. Pengaruh latihan terhadap denyut jantung tiap menit
Dikemukakan oleh Willmore dan Costill, bahwa denyut jantung adalah parameter yang sederhana dan cukup informatif, untuk mengukur tinggi rendahnya aktivitas tubuh seseorang. Denyut jantung yang normal, dalam arti tidak mengalami kelainan, rata-rata adalah antara 60-80 kali tiap menit. Sedang denyut jantung orang-orang yang terlatih, lebih-lebih atlit yang menggunakan endurance tinggi, seperti atlit pelari jarak jauh, denyut jantung mereka waktu istirahat dapat mencapai tingkat yang paling rendah, yaitu antara 28-40 kali tiap menit.
Dalam latihan tingkat submaksimal, dan berlangsung secara stabil, denyut jantung meningkat cepat untuk selanjutnya stabil setiap menitnya. Keadaan stabil seperti ini disebut “steady State Heart Rate”. Yaitu suatu keadaan dimana denyut jantung tidak lagi bertambah cepat oleh pacuan yang timbul karena latihan tersebut.
2. Pengaruh latihan terhadap volume denyut
Yang dimaksud dengan volume denyut adalah jumlah darah yang dipompa keluar jantung setiap denyut. Menurut willmore dan costill, volume denyut ditentukan  oleh empat faktor, yaitu:
-   Kembalinya darah vena ke jantung
-   Perbedaan mengembangnya kedua ventricul
-   Perbedaan kontraksi kedua ventricul
-   Tekanan aorta atau pumonary artery
Kedua faktor yang disebut lebih dahulu, mempengaruhi pengisian ventricul yaitu berapa banyak jumlah darah yang dapat dimasukkan, dan bagaimana mudahnya ventricul terisi dengan tekanan yang ada. Sedangkan kedua faktor yang disebut kemudian, mempengaruhi ventricul mengosongkan diri yaitu suatu tenaga yang dikerahkan, untuk menekan darah supaya dapat mengalir ke arah arteri.
3. Pengaruh latihan terhadap volume tiap menit
Karena volume latihan tiap menit adalah hasil kali denyut tiap menit dengan volume denyut, maka apabila denyut tiap menit bertambah besar, maka besar pula volumenya tiap menit. Lebih-lebih dalam kegiatan latihan olahraga, dimana kedua faktor tersebut akan naik lebih besar, maka lebih besar pula volume tiap menit.
Volume tiap menit pada waktu istirahat yang kurang lebih 5 liter/menit, dapat meningkat menjadi 20-40 liter/menit dalam suatu intensitas latihan tertentu. Pada saat dimulainya suatu latihan, volume tiap menit meningkat karena kenaikan denyut tiap menit dan kenaikan volume denyut. Tetapi latihan  mencapai tingkat 50-60 persen dari kapasitas individu masing-masing, kenaikan volume tiap menit secara teoritis disebabkan oleh hanya kenaikan denyut tiap menit. Dimana volume denyut diperkirakan  sudah pada keadaan steady state heart rate.
4. Pengaruh latihan terhadap aliran darah
Pembagian jumlah darah kejaring-jaringan dalam tubuh, akan mengalami perubahan apabila seseorang merubah posisi dari keadaan istirahat, kemudian melakukan aktivitas atau latihan olahraga. Dalam hal ini darah akan dialirkan kearah jaringan yang lebih banyak aktivitasnya.
Pada saat istirahat, menurut Willmore dan Costill, hanya 15-20 persen darah dari seluruh volume tiap menit, yang dialirkan ke otot, sementara pada waktu latihan yang cukup melelahkan, otot akan menerima 80-85persen dari seluruh volume tiap menit. Keadaan seperti ini disebabkan oleh karena terjadi pengurangan pembagian yang ditujukan ke arah jaringan-jaringan otah, ginjal, jantung, hati dan lainnya.
pemindahan aliran darah dari daerah yang kurang aktif, ke daerah yang lebih aktif selama latihan, adalah karena menyempitnya pembuluh darah pada daerah yang kurang aktif, dan terbukanya lebih lebar pembuluh darah pada derah yang aktif. pada daerah yang aktif akan terjadi kenaikan metabolisme yang disebabkan timbulnya kontraksi otot yang kuat.
5. Pengaruh latihan terhadap tekanan darah
Tekanan darah sistole meningkat berbanding lurus dengan kenaikan intensitas latihan, yang besarnya kurang lebih antara 120 mmhg pada waktu istirahat sampai 200 mmhg atau lebih, pada suatu titik latihan yang melelahkan. Tekanan darah sistole dilaporkan oleh wilmore dan costill, dapat mencapai 240mmhg sampai 250mmhg pada atlet yang sehat dan terlatih dengan intensitas maksimal.
Kenaikan tekanan sistole tersebut sebagai akibat langsung dari pada kenaikan volume tiap menit, yang disebabkan peningkatan kapasitas aktivitas tubuh. Sedang tekanan darah diastole, dilaporkan sangat kecil perubahannya, dan bila terjadi, bukan karena pengaruh latihan. Kenyataan menunjukkan bahwa kenaikan tekanan diastole 10mmhg atau lebih sudah dianggap tidak normal.
6. Pengaruh latihan terhadap darah
Jumlah oksigen yang terdapat didalam darah pada waktu istirahat bervariasi antara 20ml 02 setiap 100ml darah dalam arteri sampai 14ml 02 setiap 100ml darah dalam vena. Perbedaan 20-14= 6 ml tersebut disebut perbedaan oksigen arteri-vena. Dan hal ini menggambarkan penggunaan oksigen dalam darah saat mengalir ke seluruh tubuh.
Pada suatu latihan, terjadi peningkatan perbedaan 02 arterial-vena, yang menggambarkan penurunan jumlah oksigen di dalam vena. Sedang jumlah oksigen dalam arteri tidak mengalami perubahan. Penurunan oksigen dalam vena mendekati nol, pada otot-otot yang sangat aktif. Perubahan komposisi darah juga mengalami perubahan apabila seseorang dari posisi diam kemudian melakukan latihan-latihan atau gerak-gerak  yang cukup berat.
Sel-sel darah merah mengecil  pada waktu gerakan atau latihan berlangsung, dalam waktu lama dan cairan di dalam tubuh akan kehilangan substansi. Protein misalnya mungkin akan berkurang atau hilang dari dalam volume plasma, walaupun menurut penelitian pada bidang ini belum mendapat pengesahan.

D. Metode latihan peningkatan daya tahan atau endurance
Ada sejumlah metode atau cara untuk meningkatkan kapasitas daya tahan atau endurance, dalam hal ini adalah cardiovascular endurance, yaitu mulai dari latihan-latihan interval training, sampai latihan lari jarak jauh dalam tempo rendah. Pada dasarnya semua latihan berlari, bersepeda, dan berenang adalah merupakan latihan endurance.
Sepertih halnya  didalam latihan beban atau weight training, maka didalam latihan  endurance juga harus memperhatikian prinsip progressive overload. Apabila didalam program latihan weight training memakai beban yang selalu ditambah, sebagai penerapan prinsip progressive overload. Maka didalam latihan endurance, yang dipakai untuk memenuhi prinsip progressive overload adalah dengan cara memanipulasi faktor-faktor: Intensitas, Frekwensi dan lama latihan dalam program latihan yang dilakukannya.
Pada dasarnya prinsip overload pada latihan endurance tersebut, adalah untuk memberi kesempatan tubuh melakukan adaptasi fisiologis terhadap tugas-tugas yang lebih berat. Oleh karena proses adaptasi tubuh terhadap latihan, memerlukan waktu yang cukup , maka latihan endurance tersebut juga memerlukan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.
1. Intensitas Latihan
Yang dimaksud dengan intensitas latihan adalah suatu dosis (jatah) latihan yang harus dilakukan seorang atlet, menurut program yang ditentukan. Apabila intensitas suatu latihan tidak memadai, maka pengaruh latihan terhadap peningkatan endurance sangat kecil, atau bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya, apabila intensitas latihan terlalu tinggi kemungkinan dapat menimbulkan cedera atau sakit.
Terhadap masalah intensitas latihan ini, para ahli fisiologis seperti Fox, Matheww, Brooks, Fahey dan Wilmore serta Costill mengatakan bahwa ada tiga cara untuk menentukan dosis. Ketiga cara tersebut berupa angka-angka atau persentase yang harus dicapai atau dilalui dalam suatu latihan tertentu. Masing-masing adalah: denyut jantung sebagai patokan, asam laktat sebagai patokan, dan ambang rangsang anaerobic sebagai patokan.
Oleh Dr. Morrow dari University of Houston yang menganalisa data-data tersebut, dikemukakan bahwa atlit apabila melakukan latihan endurance. Maka mereka harus berlatih dengan fase antara 289-307 meter tiap menit. Hal tersebut dimungkinkan oleh karena batas kumpulan lactat telah mencapai 4 mm dalam darah, dan angka tersebut adalah angka ideal untuk latihan endurance yang intensif. Angka 4mm lactat ini berada pada angka 50-80% VO2max, dan 70-90% dari denyut jantung maksimal atlit yang berlatih. Secara fisiologis, apabila orang tersebut akan berlatih lebih tinggi dari angka-angka tersebut, maka hasil yang akan dicapai adalah latihan yang bersifat anaerobik.
Fox dan Mathews mengemukakan bahwa apabila metode yang dipakai untuk menentukan intensitas latihan adalah denyut jantung. Maka dapat dipergunakan  dua cara menentukan apa yang disebut Target Heart Rate, datau batas rata-rata denyut tiap menit. Pertama adalah Maximal Heart Rate Reserve Method, dan kedua adalah Maximal Heart Rate Method.
Rumus Maximal Heart Rate Reserve/Method maka rumusnya adalah:
...%THR x (HHRmax – HRrest) + HRrest
Rumus Maximal Heart Rate
...% x HRmax

2. Frekwensi Latihan.
Yang dimaksud dengan frekwensi latihan adalah beberapa kali seseorang melakukan latihan yang cukup intensif dalam satu minggunya. Pada umumnya telah disepakati bahwa makin banyak frekwensi latihan tiap minggu, makin cepat pula hasi peningkatan kapasitas endurance orang tersebut.
Namun demikian disarankan agar didalam menentukan frekwensi latihan, benar-benar memperhatikan batas kemampuan seseorang tersebut. Karena bagaimanapun juga tubuh seseorang tidak dapat beradaptasi lebih cepat dari batas kemampuannya. Apabila frekwensi latihan  diberikan dengan berlebihan, akibatnya bukan percepatan kenaikan kapasitas endurance yang dicapai, tetapi dapat mengakibatkan sakit yang berkepanjangan.
Sangat dianjurkan agar tidak menjalankan latihan apabila badan sedang tidak enak atau sakit, udara terlalu panas atau terlalu dingin, dan tubuh terlalu letih, walaupun program mingguannya belum selesai.
Tentang berapa jumlah frekwensi latihan yang efektif, tergantung kepada sifat olahraga yang dilakukannya. Fox dan Mathews mengemukakan bahwa frekwensi latihan 3-5 kali perminggu untuk endurance adalah cukup efektif. Sedang untuk meningkatkan  kapasitas anaerobic, frekwensi 3 kali perminggu cukup efektif. Program tersebut berlaku untuk semua cabang olahraga, kecuali atletik dan berenang. Frekwensi latihan yang dilakukannya adalah 5 kali perminggu untuk nomor-nomor sprint dan 6 kali seminggu untuk nomor-nomor jarak jauh.

3. Lama latihan
Yang dimaksud lama latihan adalah atau disebut duration, adalah sampai berapa minggu, atau berapa bulan program tersebut dijalankan. Sehingga seseorang atlet memperoleh kondisi endurance yang diharapkan. Jawaban atas masalah ini akan tergantung pada bagaimana keadaan kondisi atlet tersebut, dan nomor olahraga apa yang dilakukannya
Berdasarkan penelitian terhadap atlet dalam jumlah terbatas, dan pada para non atlet atau mereka yang tidak terlatih. Ternyata waktu yang digunakan dengan lama latihan antara 8-15 minggu, sudah dapat menggambarkan peningkatan kapasitas yang berarti.
Willmore dan Costill (1988), dalam masalah tersebut masih menggunakan apa yang dikemukakan Fox dan Mathews. Yaitu dengan lama latihan antara 12-16 minggu atau lebih untuk tujuan endurance sedang antara 8-10 minggu untuk tujuan anaerobic.

E. BEBERAPA CONTOH PROGRAM LATIHAN ENDURANCE
1. Interval training
Interval training yang sekarang telah menjadi sangat populer dan banyak dipakai oleh para pelatih, sebenarnya telah disusun dan dirumuskan oleh pelatih dari jerman, yaitu woldemar gerschel, pada tahun 1930-an. Dalam masalah interval training terdapat bermaca-macam perbedaan istilah yang dipergunakan menyusun program latihan. Istilah-istilah tersebut meliputi: set, repetisi, waktu latihan, jarak latihan, frekwensi latihan dan waktu istirahat antara repetisi, serta antara set.
Fox dan mathews memberikan contoh interval traininsebagai berikut: 1 set, 6 repetisi, waktu latihan tiap repetisi 33 detik, jarak latihan yard, waktu istirahat antar repetisi 1, 39 detik. Maka penjelasannya adalah atlet melakukan latihan dengan berlari sejauh 220 yard, dengan kecepatan sampai tidak boleh lebih dari 33 detik,  kemudian istirahat 1 menit 39 detik atau dilakukan sambil kembali ketempat start. Kemudian melakukan lagi prosedur yang sama sampai 6 kali. Jika selesai sampai 6 kali maka selesai latihan satu set. Jika latihan lebih dari 1 set makah istirahat antara set sekitar 2-3 menit untuk intensitas sedang dan 3-5 menit untuk intensitas latihan berat.
2. Latihan Jarak Jauh
Yang dimaksud dengan latihan ini adalah latihan berlari dengan kecepatan dan jarak yang ditentukan, tanpa waktu istirahat sampai seluruh jarak ditempuh. Fox and Mathews membagi latihan menjadi 2 cara, masing-masing adalah disebut Continuous Slow Running dan Continuous Fast-Running.
Latihan CSR biasanya jarak yang harus ditempuh adalah meliputi jarak antara 2-5 kali jarak lomba. Misalnya pelari 1 mil, maka mereka berlatih dengan jarak antara 2-5 mil. Dengan ketentuan bahwa intensitas latihan meliputi 70-75% HRR atau kira-kira 80-85% Hrmax.
Sedangkan latihan CFR, adalah latihan lari dengan fase yang lebih cepat dari latihan CSR, serta jarak yang ditempuh lebih pendek dan akibat kelelahan lebih awal dicapai. THR meliputi 80-90%HRR atau 85-95%Hrmax

3. Latihan Speed Play atau Fartlek
Dijelaskan oleh Fox dan Mathews, bahwa latihan Fartlek adalah program latihan interval training yang tidak formal. Didalam latihan ini termasuk fast and slow running yang bergantian.
Bentuk latihan fartlek ini diperkenalkan pertama kali di swedia di tahun 1930-an, dan dilakukan oleh para pelari jarak jauh. Dalam hal ini para atlit melakukan lari dengan kecepatan bervariasi, mulai dari kecepatan rendah sampai hanya melakukan joging. Pada prinsipnya tergantung pada kemauan atlet sendiri. Sehingga latihan fartlek, dapat dikatakan lebih bebas, dimana baik jarak maupun kecepatan bukan merupakan tujuan utama. Sedang tujuan utama latihan adalah kegembiraan.
Contoh suatu program latihan fartlek yang dikemukakan oleh Fox dan Mathews, yang dikutip dari Cretzmeyer, F. Dan kawan-kawan 1974 :
-          Pemanasan dengan lari biasa 5 sampai 10 menit
-          Lari cepat secara ajeg, meliputi jarak ¾ sampai 1 ¼ mil.
-          Jalan cepat selama 5 menit
-          Lari biasa diselingi dengan sprint 65-75 yard, dan diulangi sampai kelelahan terasa
-          Lari biasa diselingi melakukan loncatan-loncatan 3-4 kali
-          Lari dengan kecepatan penuh ke atas bukit sampai mencapai jarak 175-200 yard.
-          Lari dengan fase atau tempo cepat selama 1 menit
-          Kemudian diakhiri dengan lari keliling lapangan, 1-5 kali, tergantung pada nomor lari spesifikasinya.

4. Latihan Interval Circuit
Latihan semacam ini, oleh Willmore dan Cosstill dikatakan secara relatif merupakan latihan baru, dan diperkenalkan oleh beberapa negara skandinavia. Konsep latihan ini adalah penggabungan latihan interval dan circuit training. Jarak circuit antara 1 sampai 5 mil, dengan stasiun setiap jarak 400-1600 yard. Para atlet melakukan joging atau sprint diantara stasiun, kemudian berhenti disetiap stasiun untuk melakukan latihan kekuatan, fleksibilitas atau melakukan latihan endurance otot dengan cara seperti circuit training biasa dan kemudian melanjutkan joging atau sprint menuju ke stasiun berikutnya. Tempat yang dipakai latihan seperti ini adalah tempat parkir yang cukup luas, atau dilakukan di tepi kota yang banyak pohon dan berbukit-bukit.
Disamping latihan-latihan tersebut diatas, masih ada beberapa jenis latihan yang  tujuannya adalah untuk menambah kemampuan kerja, sistem-sistem pengelolaan ATP-PC dan lactat dalam otot. Latihan-latihan tersebut antara lain adalah berbentuk sprint training, interval sprinting, acceleration sprints dan hollow sprints.
Fox dan Mathews menyimpulkan bahwa latihan-latihan lari jarak jauh dalam kecepatan pelan seperti Continuous Fast-Running, jogging dan Interval Sprinting bertujuan untuk meningkatkan sistem oksigen. Dan sprint training, accelleration sprint dan hollow sprint terutama meningkatkan kemampuan sistem ATP-PC dan Lactat. Sedangkan latihan Interval training, repetition running, dan fartlek meningkatkan kedua sistem tersebut.

Latihan kondisi fisik khususnya latihan endurance dilaksanakan dengan intensitas berapa, tergantung kapan musim pertandingan dimulai dan  bagaimana status endurance mereka. Yang jelas bahwa latihan-latihan endurance dengan intensitas tinggi harus diberikan didalam musim latihan jauh sebelum musim pertandingan. Dan selama musim pertandingan diharapkan endurance mereka pada status yang prima, sampai akhir musim pertandingan berakhir.

METODE PENELITIAN (Metodologi Penelitian Secara Umum)


Metodologi Penelitian Penjas dan Olahraga

Penelitian adalah suatu proses yang mempunyai kaidah-kaidah illmiah untuk mengetahui sesuatu hal sehingga menghasilkan suatu informasi atau pengetahuan baru. Jika dihubungkankan dengan filsafat, penelitian dilakukan karena ada unsur dassein dan dassolen didalamnya yaitu antara harapan dan kenyataan. Maksudnya adalah bahwa penelitian dilakukan untuk menjawab apakah harapan yang ingin kita lakukan bisa dilaksanakan di kehidupan nyata. Dan untuk mengetahuinya maka dilakukanlah penelitian. Penelitian dimulai ketika adanya masalah penelitian. Melihat adanya gejala-gejala disekitar yang ingin dipecahkan atau dicari jalan keluarnya. Ini disebut dengan masalah penelitian.
Pada dasarnya, semua penelitian mengggunakan 2 jenis pendekatan. Ada yang menggunakan pendekatan kualitatif dan ada yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif adalah jenis penelitian yang tidak menggunakan angka-angka ataupun pengolahan data dalam pembuatannya. Biasanya penelitian kualitatif ini bersifat lama dan berciri induktif ke deduktif atau khusus ke umum. Penelitian kualitatif biasanya menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi dalam pelaksanaan penelitiannya. Dan hasil penelitiannya disampaikan dalam bentuk narasi atau menceritakan secara detail hasil dari penelitiannya. Sedangkan penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang menggunakan angka dan pengolahan data untuk melihat hasil dari penelitiannya. Penelitian kuantitatif biasanya berlangsung relatif singkat dan berciri deduktif induktif dari umum ke khusus. Penelitian kuantitatif banyak menggunakan tehnik untuk pengumpulan data yang biasanya diolah menggunakan aplikasi spss. Hasil penelitiannya disampaikan berdasarkan hasil olahdata tersebut.
Pada saat merancang suatu penelitian baik itu tesis maupun skripsi ada bagian-bagian yang disusus secara sistematis dan sudah memiliki ketentuan-ketentuan. Dan terpisah berdasarkan bab dan bagiannya masing-masing. Pada penelitan kuantitatif, BAB I terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.
Dilatar belakang ini kita menarasikan sedikit mengenai judul yang kita pilih. Apakah ada minat atau alasan mengapa kita memilih judul tersebut. Tapi sebaiknya kita jangan dulu memasukkan teori-teori dari para pakar sebelumnya. Setelah itu kita ke rumusan masalah. Dalam merumuskan masalah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti : masalah dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, rumusan jelas dan padat, rumusan berisi implikasi adanya data, rumusan masalah harus dasar dalam membuat hipotesa, masalah harus menjadi dasar bagi judul penelitian. Itulah beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam membuat rumusan masalah. Selanjutnya adalah tujuan penelitian, disini kita memaparkan apa tujuan dari penelitian yang kita paparkan dan berdasarkan dari rumusan masalah yang kita buat tadi. Jika rumusan masalah berbentuk pertanyaan, maka tujuan penelitian berbentuk pernyataan. Selanjutnya adalah manfaat penelitian. Pada bagian ini ditunjukkan kegunaan atau pentingnya penelitian terutama bagi pengembangan ilmu atau pelaksanaan pembangunan dalam arti luas. Dengan kata lain, uraian dalam sub bab manfaat penelitian berisi alasan kelayakan atas masalah yang diteliti. Dari uraian dalam bagian ini diharapkan dapat disimpulkan bahwa penelitian terhadap masalah yang dipilih memang layak untuk dilakukan.
Berikutnya kita beralih ke BAB II. Disini kita akan menulis mengenai tinjauan pustaka (jika dalam penelitian kualitatif kita sebut dengan tinjauan teoritis), kerangka berpikir dan hipotesis penelitian. Tinjauan pustaka merupakan hal yang sangat penting untuk memperkuat tujuan dan alasan kita melakukan penelitian. Karena dalam tinjauan pustaka kita memaparkan teori-teori yang telah dikemukakan oleh pakar-pakar yang dijadikan acuan untuk penelitian. Karena itu sangat penting untuk memiliki referensi atau literatur-literatur agar semakin banyak teori yang akan mendukung setiap variabel penelitian yang kita lakukan. Karena tanpa teori kita tidak mempunyai pijakan  atau alasan yang kuat yang mendukung bukti-bukti penelitian kita nantinya. Selanjutnya adalah kerangka berfikir. Dari paparan teori-teori yang kita dapatkan baik itu dari buku, jurnal ataupun artikel, maka kita sudah bisa membuat kerangka berpikir. Kerangka berpikir ini dibuat berdasarkan variabel yang dikemukakan dan ditunjang dari teori-teori yang dipaparkan pada kajian pustaka. Kerangkan berpikir berbentuk kalimat pernyataan. Setelah kita menemukan kerangka berpikir maka kita bisa membuat hipotesis penelitian. Hipotesis penelitian adalah pernyataan sementara kita tentang hasil penelitian yang kita lakukan. Pernyataan hipotesis dibuat berdasarkan teori yang mendukung alasan-alasan penelitian yang kita lakukan. Biasanya, jika kita membuat hipotesis sesuai teori dari berbagai referensi yang kita dapatkan, maka hasil penelitian kita nantinya akan sesuai dengan hipotesis yang kita kemukakan.
Berikutnya di BAB III kita akan membuat metodologi atau tata cara kita melakukan penelitian yang terdiri dari : variabel dan design penelitian, defenisi operasional variabel, populasi dan sampel, dan tehnik pengumpulan dan analisis data. Setiap penelitan mempunyai variabel-variabel yang merupakan dasar dari penelitian yang ingin dilakukan. Ada berbagai macam variabel dan yang paling sering didengar adalah variabel bebas dan variabel terikat (independent dan dependent). Variabel bebas adalah variabel yang akan mempengaruh variabel terikat nantinya. Design penelitian dibuat berupa semacam gambar atau struktur bagaimana variabel nanti saling mempengaruhi. Berikutnya adalah definisi operasinal variabel, definisi operasional variabel dibuat untuk lebih menjelaskan secara rinci dan agar lebih terarah pelaksanaan pengumpulan data penelitian.  Maka perlu diberi batasan atau penjelasan setiap variabel yang dibuat. Berikutnya kita ke populasi dan sampel. Dalam setiap penelitian terutama penelitian kuantitatif, biasanya objek penelitian menggunakan sampel. Tapi tidak asal memilih sampel yang akan dijadikan objek penelitian. Sampel diambil dari populasi yang isinya mempunyai keseragaman. Dan sampel yang diambil diharapkan bisa mewakili dari keseragaman populasi tersebut. Berikutnya adalah tehnik pengumpulan dan analisis data. Di tehnik pengumpulan data, kita memaparkan seperti apa cara kita dalam mengambil data, lokasinya dimana dan instrumen apa saja yang kita gunakan dalam pengambilan data tersebut. Instrumen yang digunakan juga harus valid. Jika itu berupa alat maka bisa ditera ulang untuk mengetahui alat itu masih standar atau tidak. Jika itu berupa angket maka harus divalidasi oleh pakar dan bisa juga dengan melakukan ujivaliditas dan realibilitas terlebih dahulu. Sedangkan tehnik analisis data, dengan menggunakan statistik. Dimana sekarang setiap pengolahan data dibantu dengan menggunakan aplikasi SPSS.
Setelah kita membuat itu semua, maka kita siap untuk melakukan penelitian. Yang perlu diingat dalam melakukan penelitian adalah bahwa kita harus melakukannya dengan jujur, tidak ada manipulasi data, dan hasilnya sesuai dengan apa yang kita kerjakan. Apapun hasilnya itulah merupakan hasil penelitian kita dan itulah yang harus kita pertanggung jawabkan.


MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

semester 2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengembangan kurikulum  tidak dapat  lepas  dari  berbagai  aspek  yang mempengaruhinya, seperti cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya,  dan  sosial),  proses  pengembangan,  kebutuhan  peserta  didik,  kebutuhan masyarakat  maupun  arah  program  pendidikan. Aspek-aspek tersebut  akan menjadi bahan  yang perlu  dipertimbangkan  dalam  suatu pengembangan  kurikulum. Model  pengembangan  kurikulum  merupakan  suatu alternatif  prosedur  dalam rangka mendesain (designing), menerapkan  (implementation), dan  mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum harus dapat  menggambarkan  suatu proses  sistem  perencanaan  pembelajaran  yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan pendidikan. (Ruhimat, T. dkk 2009: 74).
Berbagai macam model kurikulum telah dikembangkan oleh para ahli kurikulum, pendidikan dan psikologi. Sudut pandang ahli yang satu terkadang berbeda dengan sudut pandang ahli yang lain. Ada yang memandang dari sudut isinya dan ada juga yang memandang dari sisi pengelolaanya (sentralisitik/desentralistik). Tidak sedikit pula ahli yang mengembangkan model kurikulum dari sisi proses penggunaan kurikulum tersebut. Namun demikian, jika anda teliti lebih lanjut, para ahli tersebut mempunyai satu tujuan/arah yaitu mengoptimalkan kurikulum.

B. Rumusan Masalah
1.    Apa defenisi dari model pengembangan kurikulum ?
2.    Apa-apa saja model yang dipergunakan dalam pengembangan kurikulum ?
3.    Seperti apa model pendekatan dalam  pengembangan kurikulum pendidikan jasmani ?

C. Tujuan Penulisan
1.    Menjelaskan definisi dari model pengembangan kurikulum
2.    Untuk menjelaskan berbagai jenis model yang dipergunakan dalam pengembangan kurikulum
3.    Untuk menjelaskan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum pendidikan jasmani.













BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Model Pengembangan Kurikulum
Kurikulum secara umum dapat didefinisikan sebagai rencana (plan) yang dikembangkan untuk dapat tercapainya proses belajar mengajar dengan arahan atau bimbingan sekolah serta anggota stafnya. (H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 59).
Pengembangan kurikulum adalah proses yang mengaitkan satu komponen kurikulum lainnya untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik. (H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 62).
Menurut Good (1972) dan Travers (1973), model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi peristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis, serta lambang-lambang lainnya. Model bukanlah realitas, akan tetapi merupakan representasi realitas yang dikembangkan dari keadaan. Dengan demikian, model pada dasarnya berkaitan dengan rancangan yang dapat digunakan untuk menerjemahkan sesuatu sarana untuk mempermudah berkomunikasi, atau sebagai petunjuk yang bersifat perspektif untuk mengambil keputusan, atau sebagai petunjuk perencanaan untuk kegiatan pengelolaan.
Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar (Zainal Abidin (2012: 137). Dalam pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan tentang salah satu bagian kurikulum. Sedangkan menurut (Kamus Besar Bahasa Indonesia) model adalah pola, contoh, acuan, ragam dari sesuatu yang akan dihasilkan. Dikaitkan dengan model pengembangan kurikulum berarti merupakan suatu pola, contoh dari suatu bentuk kurikulum yang akan menjadi acuan pelaksanaan pendidikan/pembelajaran.

Model pengembangan kurikulum adalah model yang digunakan untuk mengembangkan suatu kurikulum, dimana pengembangan kurikulum dibutuhkan untuk memperbaiki atau menyempurnakan kurikulum yang dibuat untuk dikembangkan sendiri baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah atau sekolah.
Nadler (1988) menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang dapat menolong si pengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses secara mendasar dan menyeluruh. Selanjutnya ia menjelaskan manfaat model adalah model dapat menjelaskan beberapa aspek perilaku dan interaksi manusia, model dapat mengintegrasikan seluruh pengetahuan hasil observasi dan penelitian, model dapat menyederhanakan suatu proses yang bersifat kompleks, dan model dapat digunakan sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan.
Jadi model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternatif prosedur dalam rangka mendesain (designing), menerapkan (impelementation), dan mengevaluasi (evaliatoon) suatu kurikulum. Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses sistem perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar keberhasilan dalam pendidikan.
Pengembangan kurikulum tidak dapat terlepas dari berbagai aspek yang memengaruhinya, seperti cara berfikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya, dan sosial), proses pengmbangan, kebutuhan peserta didik, kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan. Aspek-aspek tersebut akan menjadi bahan yang perlu dipertimbangkan dalam suatu pengembangan kurikulum. Agar dapat mengembangkan kurikulum secara baik, pengembang kurikulum semestinya memahami berbagai jenis model pengembangan kurikulum. Yang dimaksud dengan model pengembangan kurikulum yaitu langkah atau prosedur sistematis dalam proses penyususnan suatu kurikulum.
Dengan memahami esensi model pengembangan kurikulum dan sejumlah alternatif model pengembangan kurikulum, para pengembang kurikulum diharapkan akan bisa bekerja secara lebih sistematis, sistemik dan optimal. Sehingga haarpan ideal terwujudnya suatu kurikulum yang akomodatif dengan berbagai kepentingan, teori dan praktik, bisa diwujudkan.
Menurut Ralph Tyler ((H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 62) mengatakan, bahwa ada empat penentu dalam pengembangan kurikulum:
a. Menentukan tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan arah atau sasaran akhir yang harus dicapai dalam program pendidikan dan pembelajaran. Tujuan pendidikan harus menggambarkan perilaku akhir setelah peserta didik mengikuti program pendidikan. Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai sumber dalam penentuan tujuan pendidikan menurut Tyler, yaitu : a) hakikat pesarta didik b) kehidupan masyarakat masa kini dan c) pandangan para ahli bidang studi. Penentuan tujuan pendidikan dengan berdasarkan masukan dari ketiga aspek tersebut. Selain itu ada lima faktor yang menjadi arah penentu tujuan pendidikan, yaitu : pengembangan kemampuan berfikir, membantu memperoleh informasi, pengembangan sikap kemasyarakatan, pengembangan minat peserta didik, dan pengembangan sikap sosial.
b. Menentukan proses pembelajaran
Menetukan proses pembelajaran apa yang paling cocok dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam penentuan proses pembelajaran adalah persepsi dan latar belakang kemampuan paserta didik.
c. Menentukan organisasi pengalaman belajar
Setelah proses pembelajaran ditentukan, selanjutnya menentukan organisasi pengalaman belajar. Pengalaman belajar di dalamnya mencakup tahapan-tahapan belajar dan isi atau materi belajar. Bahan yang harus dilakukan, diorganisasikan sedemikian rupa sehingga dapat memudahkan dalam pencapaian tujuan.
d. Menentukan evaluasi pembelajaran
Menetukan jenis evaluasi apa yang cocok digunakan, merupakan kegiatan akhir dalam model Tyler. Jenis penilaian yang akan digunakan, harus disesuaikan dengan jenis dan sifat dari tujuan pendidikan atau pembelajaran, materi pembelajaran, dan proses belajar yang telah ditetapkan sebelumnya. Agar penetapan jenis evaluasi bisa tepat, maka para pengembang kurikulum disamping harus memerhatikan komponen-komponen kurikulum lainnya, juga harus memerhatikan prinsip-prinsip evaluasi yang ada.

Menurut Caswell mengartikan pengembangan kurikulum sebagai alat untuk membantu guru dalam melakukan tugas mengajarkan bahan, menarik minat murid dan memenuhi kebutuhan masyarakat. (H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 63)
Menurut Beane, Toefer dan Allesia menyatakan bahwa perencanaan ataw pengembangan kurikulum adalah suatu proses di mana partisipasi pada berbagai tingkat dalam membuat keputusan tentang tujuan, tentang bagaimana tujuan direalisasikan melalui proses belajar mengajar. (H.M. Ahmad, Dkk, 1997: 63)
Untuk melakukan pengembangan kurikulum ada berbagai model pengembangan kurikulum yang dapat dijadikan acuan atau diterapkan sepenuhnya. Secara umum, pemilihan model pengembangan kurikulum dilakukan dengan cara menyesuaikan sistem pendidikan yang dianut dan model konsep yang digunakan. Terdapat banyak model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh para ahli. Sukmadinata (2005:161) menyebutkan delapan model pengembangan kurikulum yaitu: the administrative ( line staff ), the grass roots,  Bechamp’s system, The demonstration, Taba’s inverted model, Rogers interpersonal relations,Systematic action, dan  Emerging technical model. Idi (2007:50) mengklasifikasikan model-model ini ke dalam dua grup besar model pengembangan kurikulum yaitu model Zais dan model Roger. Masing-masing kelompok memuat beberapa model yang telah diklasifikasikan oleh Sukmadinata di atas. Marilah kita ikuti uraian berikut untuk memahami model pengembangan kurikulum.

B. Model-Model yang Dipergunakan Dalam Pengembangan Kurikulum
Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Dalam pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan mengenai salah satu bagian kurikulum. Disamping itu, ada model yang mempersoalkan proses dan ada pula model yang hanya menitikberatkan pandangannya pada mekanisme penyusunan kurikulum. Ulasan teoritis demikian dapat pula mengutamakan uraiannya pada segi organisasi kurikulum dan ada pula yang menitikbertkan ulasannya hanya pada hubungan anatarpribadi orang-orang yang terlibat dalam pengembangan kurikulum.

1. Pendekatan Top Down
Pendekatan pengembangan kurikulum yang paling awal dan sangat umum dikenal adalah model administrative karena model ini menggunakan prosedur "garis-staf" atau garis komando "dari atas ke bawah" (top-down). Maksudnya inisiatif pengembangan kurikulum berasal dari pejabat tinggi (Kemdiknas), kemudian secara stuktural dilaksanakan ditingkat bawah.
2.  Pendekatan Grass-Roots
Inisiatif pengembangan kurikulum ini berada ditangan guru-guru sebagai pelaksana kurikulum disekolah, baik yang bersumber dari satu sekolah maupun dari berbagai sekolah sekaligus. Pendekatan ini didasarkan oleh dua pandangan pokok, yaitu Pertama, implementasi kurikulum akan lebih berhasil apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah dari sejak semula terlibat secara langsung dalam pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum tidak hanya melibatkan personel yang professional (guru) saja, tetapi juga siswa, orang tua dan masyarakat.
Model grass-roots ini didasarkan atas empat prinsip, yaitu :
a.    Kurikulum akan bertambah baik, jika kemampuan keprofesionalan guru bertambah baik.
b.    Kompetensi guru akan bertambah baik, jika guru terlibat secara priadi didalam merevisi kurikulum.
c.    Jika guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi, mendefinisikan dan memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil pengembangan kurikulum akan lebih bermakna.
d.   Hendaknya diantara guru-guru terjadi kontak langsung sehigga mereka dapat saling memahami dan mencapai suatu konsesus tentang prinsip-prinsip dasar, tujuan dan rencana.

1. Model Tyler
Pengembangan Kurikulum model Tyler yang dapat ditemukan dalam buku klasik yang sampai sekarang banyak dijadikan rujukan dalam proses pengembangan kurikulum yang berjudul Basic Principles of Curriculum and Instruction.
sesuai dengan judul bukunya, model pengembangan kurikulum Tyler ini, lebih bersifat bagaimana merancang suatu kurikulum, sesuai dengan tujuan dan misi suatu institusi pendidikan. Dengan demikian, model ini tidak menguraikan pengembangan kurikulum dalam bentuk langkah-langkah konkrit atau tahapan-tahapan secara rinci. Tyler hanya memberikan dasar-dasar pengembangannya saja.
menurut tayler ada 4 hal yang dianggap fundamental untuk mengembangkan kurikulum. Pertama, berhubungan dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai; kedua, berhubungan dengan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan; ketiga, pengorganisasian pengalaman  belajar; dan ke empat, berhubungan dengan evaluasi.




2.  Beauchamp's System Model
Sistem yang diformulasikan oleh G.A Beauchamp mengemukakan adanya lima langkah kritis dalam mengambil keputusan pengembangan kurikulum, yaitu :
a.    Menentukan arena pengembangan kurikulum. Arena itu bisa berupa kelas, sekolah, sistem persekolahan regional atau sistem pendidikan nasional.
b.    Memilih dan mengikutsertakan pengembang kurikulum.
c.    Pengorganisasian dan penentuan prosedur perencanaan kurikulum yang meliputi menetapkan tujuan kurikulum, memilih materi pelajaran, mengembangkan kegiatan pembelajaran dan mengembangkan desain.
d.   Pelaksanaan kurikulum secara sistematis.
e.    Evaluasi kurikulum, yang meliputi empat dimensi: penggunaan kurikulum oleh guru, desain kurikulum, hasil belajar peserta didik, dan sistem kurikulum.
3. Taba's Inverted Model
Model ini dimulai dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian diimplementasikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktek, serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum, sebagaimana sering terjadi apabila tanpa kegiatan eksperimen.
Hilda Taba mengembangkan lima langkah pengembangan kurikulum secara berurutan, diantaranya yaitu :
a. Kelompok guru terlebih dahulu menghasilkan unit-unit kurikulum untuk dieksperimenkan. Untuk menghasilkan unit-unit itu ditempuh cara mendiagnosa kebutuhan, merumuskan tujuan khusus, memilih materi, mengorganisasikan materi, memilih pengalaman belajar, mengorganisasikan pengalaman belajar, mengevaluasi dan mengecek keseimbangan dan urutan materi.
b. Uji coba unit-unit eksperimen untuk menemukan validitas dan kelayakan pembelajaran.
c.    Merevisi hasil uji coba dan mengonsolidasikan unit-unit kurikulum.
d.   Mengembangkan kerangka kerja teoritis
e.    Pengasemblingan dan desiminasi hasil yang telah diperoleh.
4.  Model Oliva
Menurut Oliva suatu model kurikulum harus bersifat simpel, komprehensif dan sistematik. ada beberapa kompenen yang dikembangkan dalam model pengembangan kurikulumnya.
Komponen pertama adalah perumusan filosofis, sasaran, misi serta visi lembaga pendidikan, yang kesemuanya bersumber dari analisis kebutuhan siswa dan analisis kebutuhan masyarakat.
komponen kedua adalah analisis kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah
komponen ketiga dan keempat, berisi tentang tujuan umum dan tujuan khusus kurikulum yang didasarkan kepada kebutuhan seperti yang tercantum dalam komponen I dan II. sedangkan, dalam komponen kelima adalah bagaimanan mengorganisasikan rancangan dan mengimplementasikan kurikulum.
komponen VI dan VII mulai menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum dan khusus pembelajaran (bagaimana menjabarkan atau perbedaan antara tujuan umum dan khusus pembelajaran)
5. Model Wheeler
Menurut Wheeler, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang membentuk lingkaran. proses pengembangan kurikulum terjadi secara terus-menerus. Wheeler berpendapat proses pengembangan kurikulum terdiri dari lima tahap.
Wheeler berpendapat, pengembangan kurikulum terdiri atas 5 tahap yakni:
1. menetukan tujuan umum dan khusus. Tujuan umum bisa merupakan tujuan yang bersifat normatif yang mengandung tujuan filosofis (aim) atau tujuan pembelajaran umum yang bersifat praktis (goals). sedangkan tujuan khusus adalah tujuan yang bersifat spesifik dan observable (objective) yakni tujuan yang mudah diukur ketercapaiannya.
2. Menentukan pengalaman belajar yang mungkin dapat dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam langkah pertama.
3. Menentukan isi atau materi pembelajaran sesuai dengan pengalaman belajar. Mengorganisasi atau menyatukan pengalaman belajar dengan isi atau materi belajar
4. mengorganisasi atau menyatukan pengalaman belajar dengan isi atau materi belajar
5. Melakukan evaluasi setiap fase pengembangan dan pencapaian tujuan.
6. Model Nicholls
Dalam bukunya Developing a Curriculum: A Practical Guide (1978), Howard Nicholls menjelaskan bahwa pendekatan pengembangan kurikulum terdiri atas elemen-elemen kurikulum yang berbentuk siklus.
Model pengembangan kurikulum Nichools menggunakan pendekatan siklus model Wheeler. Model Nicholls digunakan apabila ingin menyusun kurikulum baru yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan sitiasi.
ada lima langkah pengembangan kurikulum menurut Nicholls, yaitu:
a. Analisa situasi
b. Menentukan tujuan khusus
c. Menentukan dan mengorganisasikan isi pelajaran
d. Menentukan dan mengorganisasi metode
e. Evaluasi

C. Model Pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan jasmani
Kita semua menyadari bahwa perkembangan dan pertumbuhan anak baik secara fisik maupun intelektual akan berlangsung normal apabila diciptakan suatu kondisi yang memungkinkan aspek-aspek tersebut tumbuh dan berkembang secara wajar. Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan jasmani adalah wahana untuk menumbuh-kembangkan anak secara wajar dan efektif. Oleh karenanya, sudah selayaknya bila pendidikan jasmani diberikan perhatian yang proporsional dan dilaksanakan secara efisien, efektif serta sesuai dengan kondisi fisik dan psikis anak. Kurikulum pendidikan jasmani yang seimbang mencirikan bahwa muatan pendidikan jasmani tidak ditekankan hanya pada penguasaan keterampilan motorik, tetapi juga pengembangan nilai-nilai kepribadian peserta didik. Kurikulum yang seimbang bersifat integratif dan eklektif, tidak menekankan pada satu model tertentu.
Seperti diketahui terdapat beberapa model pendekatan dalam kurikulum pendidikan jasmani. Pendekatan-pendekatan tersebut adalah :
1. Pendekatan Eklektik Sebuah pendekatan yang menekankan pada penyediaan kesempatan kepada siswa seluas-luasnya untuk berpartisipasi aktif dalam setiap aktivitas sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Dalam konteks ini, kegiatan diciptakan secara bervariasi berdasarkan prinsip maju berkelanjutan; bergerak dari bentuk kegitan yang sederhana menuju yang ke yang lebih kompleks.
2. Pendekatan "Pendidikan Gerak" Isu utama pendekatan ini adalah pada pemahaman dan pengembangan konsep gerak serta bagaimana gerak tersebut dilakukan.
3. Pendekatan "Pendidikan Olahraga" Olahraga dalam konteks pendidikan semata-mata hanya digunakan sebagai media sosialisasi nilai-nilai pendidikan (misalnya: kepemimpinan, memecahkan masalah, taat pada aturan yang berlaku, sportif, bertanggung jawab, dan belajar hidup bermasyarakat). Sungguhpun demikian, dimungkinkan siswa berpartisipasi dalam cabang olahraga yang diminatinya secara lebih optimal. Atas dasar alasan ini, pendekatan pendidikan olahraga lebih sesuai diterapkan pada kelas-kelas atas.
4. Pendekatan "Pendidikan Rekreasi" Fokus utama pendekatan ini adalah pada unsur "kesenangan" dan "kegembiraan" siswa. Desain proses pembelajaran lebih banyak memberikan suasana relaks kepada siswa untuk melakukan aktivitas.
5. Pendekatan "Pendidikan Kesegaran Jasmani" Pendekatan ini lebih didasarkan pada upaya pengembangan budaya hidup sehat kepada para siswa melalui kegiatan jasmani. Sungguhpun orientasi pendekatan ini pada kesegaran jasmani, tetapi kegiatan dapat berbentuk self testing activities maupun team games yang juga menganut prinsip maju berkelanjutan, dari bentuk kegiatan yang sederhana menuju yang lebih kompleks.

















BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Keberadaan model-model pengembangan kurikulum memegang peranan penting dalam kegiatan pengembangan kurikulum dan dengan mempelajari model-model pengembangan kurikulum dapat memudahkan dalam melakukan pengembangan kurikulum.
Pada saat ini banyak para ahli yang mengemukakan tentang model-model pengembangan kurikulum, tetapi setiap model pengembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda, juga memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing, dan masing-masing model arahan pengembangannya berbeda-beda ada yang menitikberatkan pada pengambil kebijaksanaan, pada perumusan tujuan, perumusan isi pelajaran, pelaksanaan kurikulum itu sendiri dan evaluasi kurikulum.
Upaya untuk memajukan Pendidikan jasmani harus tetap didorong melalui penciptaan situasi dan kondisi yang menunjang. Pendidikan jasmani harus ditempatkan secara proporsional dalam struktur kurikulum, sehingga didapatkan ''keseimbangan kurikulum" yang tercermin pada alokasi waktu, peningkatan anggaran biaya, peningkatan infrastruktur, peningkatan kualitas guru (fit and proper test). Keseimbangan kurikulum perlu dibarengi dengan keefektifan pelaksanaannya di lapangan melalui model pembelajaran yang memungkinkan siswa bereksplorasi, mendapatkan pengalaman gerak seluas-luasnya.
Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum sebaiknya perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut dan mempertimbangkan model pengembangan kurikulum yang sesuai dengan yang diharapkan.
Model-model kurikulum akan berkembang terus seperti kurikulum yang terus berkembang sesuai dengan kebutuhan.
B. Saran

Sebagai tenaga profesional guru dituntut untuk memiliki sejumlah pengetahuan yang berhubungan dengan kurikulum karena kurikulum merupakan nadi penggerak dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan, penelitian atau memperkaya diri dengan melalui bahan bacaan, internet dan sebagainya.

Popular Post