Rabu, 13 Mei 2015

ASPEK DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN MANUSIA


BAB I
PENDAHULUAN

 Organisme, baik manusia maupun hewan, pasti mengalami peristiwa perkembangan selama hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian dengan keadaan yang dimiliki oleh organisasi tersebut, baik yang bersifat konkret maupun yang bersifat abstrak. Jadi, arti peristiwa perkembangan itu khSetiap oususnya perkembangan manusia tidak hanya tertuju pada aspek psikologis saja, tetapi juga aspek biologis. Karena setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, emosi, inteligensi maupun sosial, satu sama lain saling mempengaruhi.
Pertumbuhan adalah proses pertambahan ukuran, volume dan massa yang bersifat irreversible (tidak dapat balik) karena adanya pembesaran sel dan pertambahan jumlah sel akibat adanya proses pembelahan sel. Pertumbuhan dapat dinyatakan secara kuantitatif karena pertumbuhan dapat diketahui dengan cara melihat perubahan yang terjadi pada makhluk hidup yang bersangkutan. Contohnya adalah pertumbuhan pada tumbuhan dapat di lihat dengan adanya perubahan tinggi babatang, menghitung jumlah daun, jumlah bunga, dll.
Perkembangan ( Development ) adalah suatu proses perubahan ke arah kedewasaan atau pematangan yang bersifat KUALITATIF ( ditekankan pada segi fungsional ) akibat adanya proses pertumbuhan materiil dan hasil belajar dan biasanya tidak dapat diukur. Contoh : pematangan sel ovum dan sperma, munculnya kemampuan berdiri dan berjalan, dst. 





BAB II
PEMBAHASAN

A. Tahapan Perkembangan Manusia
Dalam buku Human Development, definisi perkembangan manusia adalah proses perubahan dan kemantapan/kematangan yang dilalui sepanjang rentang kehidupan seseorang. Tujuan ilmu perkembangan ini agar manusia lebih mengerti tentang dirinya (Papalia et al,2007). Perubahan dan kemantapan mencakup pada perkembangan fisik yang meliputi pertumbuhan tubuh dan otak, sensori, ketrampilan, kesehatan. Perkembangan kognitif yang meliputi belajar, perhatian, memori, bahasa, berfikir, berargumen dan kreativitas. Perkembangan psikososial yang meliputi emosi, kepribadian dan hubungan sosial. Tapi tidak ada definisi yang baku dalam tahapan perkembangan ini, tergantung pada konstruk sosial yang dianut dimasing-masing negara atau budaya (Papalia et al, 2007)
bila kita urutkan perkembangan manusia yakni perkembangan anak sampai dengan masa remajanya adalah seperti ini
·         Tahap Prenatal : diamana dari masa kandungan sampai dengan masa setelah kelahiran, dalam masa kehamilan adalah masa pertumbuhan tercepat, dimana otak dan struktur tubuh tumbuh, dan masa ini adalah masa pertumbuhan tercepat pada manusia.
·         Masa bayi dan balita : dimulai setelah kelahiran sampai dengan usia 3 tahun, semua sistem indera pada masa ini beroperasi , otak tumbuh makin rumit dan sangat sensitif terhadap pengaruh lingkungan, serta diiringi dengan  perkembangan motorik yang berlangsung cepat.
·         Masa kanak awal : dimulai pada usia anak umur 3 tahun sampai dengan 6 tahun , ditandai dengan pertumbuhn yang stabil, penampilan menjadi lebih ramping dan mirirp orang dewasa , dalam masa ini kehilangan selera makan dan masalah tidur adalah hal yang lazim, memiliki kecenderungan menggunakan satu tangan lebih dominan terlihat pada masa ini, ditandai juga dengan meningkatnya keterampilan motorik halus dan kasar serta kekuatan mengingat.
·         Masa kanak tengah : pertumbuhan melambat, kekuatan dan keterampilan atletik meningkat, penyakit pernafasan adalah hal yang lazim pada masa ini, tetapi masalah kesehatan umumnya lebih baik dari masa yang lainya dalam rentang kehidupan.
·         Remaja : terjadi pada usia manusia di umur 11 sampai degan 20 tahun pertumbuhan fisik dan perubahan lainya berlangsung cepat dan ekstrem. Kematangan repsoduksi berlangsung.
·         Dewasa Muda : kondisi fisik memuncak, kemudian sedikit menurun , pilihan gaya hidup mempengaruhi kesehatan .
·         Dewasa tengah : kemunduran yang melambat pada kemampuan sensorik, kesehatan, stamina dan kekuatan dimulai, tetapi perbadaan individual lebar, perempuan mengalami menopause .
·         Dewasa tua : kebanyakan orang sehat dan aktif , meskipun kesehatan dan kemampuan fisik menurun secara umum. Waktu reaksi yang melambat memengaruhi beberapa aspek fungsi.

B. Aspek-aspek Perkembangan Manusia
1.    Aspek Perkembangan Fisik dan Psikomotorik
       Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode pranatal (dalam kandungan). Berkaitan dengan perkembangan fisik ini Kuhlen dan Thompson (Hurlock, 1956) mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-otot, yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar Endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4) Struktur Fisik/Tubuh, yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi.
4 aspek perkembangan fisik menurut Kuhlen dan Thompson (Hurlock, 1956) antara lain sebagai berikut :
1. Sistem syaraf (perkembangan kecerdasan dan emosi)
2. Otot – otot (kekuatan dan kemampuan gerak motorik)
3. Kelenjar Endokrin (perubahan – perubahan pola tingkah laku baru)
4. Struktur fisik/tubuh (perubahan tinggi, berat, dan proporsi
Awal dari perkembangan pribadi seseorang asasnya bersifat biologis. Dalam taraf-taraf perkembangan selanjutnya, normlitas dari konstitusi, struktur dan kondisi talian dengan masalah Body-Image, self-concept, self-esteem dan rasa harga dirinya. Perkembangannya fisik ini mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
1. Perkembangan anatomis
Perkembangan anatomis ditunjukkan dengan adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang belulang. Indeks tinggi dan berat badan, proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis keajegan badan badan secara keseluruhan.
2. Perkembangan fisiologi
Perkembangan fisiologis ditandai dengan adanya perubahan-perubahan secara kuantitatif, kualitatif dan fungsional dari sistem-sistem kerja hayati seperti konstraksi otot, peredaran darah dan pernafasan, persyaratan, sekresi kelenjcar dan pencernaan.
Aspek fisiologi yang sangat penting bagi kehidupan manusia adalah otak (brain). Otak dapat dikatakan sebagai pusat atau sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan. Otak ini terdiri atas 100 miliar sel syaraf (neuron), dan setiap sel syaraf tersebut, rata-rata memiliki sekitar 3000 koneksi (hubungan) dengan sel-sel syaraf yang lainnya. Neuron ini terdiri dari inti sel (nucleus) dan sel body yang berfungsi sebagai penyalur aktivitas dari sel syaraf yang satu ke sel yang lainnya.
     Beberapa contoh perkembangan fisik seperti :
·      Semakin meningkatkan kemampuan Panca indera
·      Sistem peredaran darah yang lebih optimal seperti kerja jantung dan paru-paru
·      Meningkatnya sistem persarafan mulai dari pusat syaraf (otak) hingga ke jaringan syaraf.
·      Semakin optimalnya sistem perkembangbiakan (reproduksi) yaitu fungsi kerja alat perkembangbiakan.

2.    Aspek Perkembangan Psikologis
Dalam perkembangan psikologis ada ilmu yang mempelajari perkembangan yaitu psikologi perkembangan. Psikologi perkembangan adalah cabang dari ilmu psikologi  yang mempelajari perkembangan dan perubahan aspek kejiwaan manusia sejak dilahirkan sampai dengan mati. Terapan dari ilmu psikologi perkembangan digunakan di bidang berbagai bidang seperti pendidikan  dan pengasuhan, pengoptimalan kualitas hidup dewasa tua, penanganan remaja.
Menurut Erik Erikson (1902-1994), Berikut adalah delapan tahap perkembangan psikologis:
1. Kepercayaan atau Ketidakpercayaan (Trust versus Mistrust)
Untuk bayi baru lahir hingga usia 12 bulan, tahap yang harus dipenuhi adalah rasa percaya terhadap orang terdekatnya, khususnya ibu. Kelekatan fisik, pada tahap ini, adalah sesuatu yang sangat penting. Bayi mendapatkan rasa percaya dari sentuhan fisik dengan orang lain. Perasaan bayi amat sensitif dan ia berkomunikasi melalui tangisan. Terlalu lama merespon tangisan bisa membuat bayi merasa diabaikan. Sederhana kan syaratnya? Melalui penelitian jangka panjang, diketahui bahwa orang-orang yang paranoid, pencemas, dan abai terhadap lingkungan tidak mendapatkan kelekatan yang cukup baik selama tahun pertama kehidupannya.
2. Kemandirian atau Rasa Malu/Ragu-Ragu (Autonomy versus Shame and Doubt)
Setelah bayi merasa bahwa lingkungan dan orang di sekitarnya dapat dipercaya, ia akan mulai mengembangkan kemandirian. Bayi mulai menjelajahi lingkungan di sekitarnya dan memegang segala benda yang ia temui. Proses “memegang benda” semacam pernyataan dari si bayi kalau ia mampu mengenali lingkungannya. Kemampuan ini seharusnya diberikan apresiasi oleh keluarga. Jika tidak, ia akan tumbuh menjadi pribadi peragu dan pemalu. Tahap ini terjadi di usia 12-24 bulan.
3. Inisiatif atau Rasa Bersalah (Iniative dan Feeling Guilty)
Usia 2-5 tahun adalah masa ketika anak mengembangkan rasa inisiatif. Mereka mulai tertarik dengan banyak hal. Pada fase ini, anak sudah mulai mengerti nilai moral, meskipun mereka belum paham mana yang benar dan salah.
4. Ketekunan atau Rasa Rendah Diri (Industri versus Inferiority)
Memasuki masa sekolah dasar hingga usia sekitar 10 tahun, anak mulai belajar berinteraksi dalam lingkungan sosial yang lebih luas. Pada fase ini, anak mengembangkan keterampilan sosial dan mulai menyenangi hal-hal spesifik. Fase ini adalah masa terbaik untuk mengembangkan kepercayaan diri anak dengan mengikuti berbagai kegiatan kelompok, perlombaan, dan aktivitas yang bisa menunjang bakatnya.
Tapi hati-hati, meskipun anak diikutkan dalam beragam perlombaan, jangan tuntut supaya anak menang. Biarkan mereka menikmati aktivitasnya, menang atau kalau tidak penting. Melalui kegiatan tersebut, mereka belajar menghargai kemampuan diri sendiri dan juga kemampuan orang lain. Jika tugas perkembangan fase ini tak terpenuhi, anak akan tumbuh jadi pribadi yang rendah diri dan merasa tidak berbakat.
5. Identitas atau Kebingungan Identitas (Identity versus Role Confusion)
Kenapa yang sering tawuran itu adalah anak SMA, bukan anak SD atau SMP atau orang dewasa? Selain sebagai penyalur energi yang meluap-luap, tawuran adalah manifestasi dari ego identitas kelompok remaja. Usia belasan hingga awal dua puluh tahun adalah masa pencarian identitas. Pada masa ini seorang remaja mulai berpikir tentang makna menang dan kalah. Kalau di fase sebelumnya, perlombaan adalah ajang belajar, di masa remaja, kompetisi adalah pembuktian identitas diri. Menang jadi bangga, kalah tidak terima.
Keberhasilan seorang remaja untuk melewati fase ini ditentukan dengan kemampuan orangtua beradaptasi dari seorang ayah/ibu menjadi seorang sahabat. Pernah lihat film Queen Bee? Tokoh Queen di film tersebut adalah gambaran remaja penuh bakat tapi merasa tidak diperhatikan orangtuanya. Dia ingin ayahnya berperan sebagai sahabat. Terminologi “galau” yang lekat pada remaja labil sebenarnya adalah bentuk dari kebingungan identitas yang mereka alami.
6. Keintiman atau Keterkucilan (Intimacy versus Isolation)
Fase usia awal 20-an hingga usia 30-an ditandai dengan tugas perkembangan mencari keintiman dengan seseorang. Pada usia ini, memiliki satu orang yang berharga lebih penting daripada nongkrong dengan teman geng yang jumlahnya segerombolan.
Biasanya, usia 20-an hingga 30-an adalah masa berkarier secara profesional. Kehidupan manusia dihabiskan dengan berkarier. Tanpa seseorang yang dekat secara emosional, sesukses apa pun seseorang, ia pasti merasa terasing. Manusia mulai membedakan definisi intim dengan keluarga dan intim dengan orang yang ia cintai. Tugas perkembangan manusia pada fase ini adalah menemukan seseorang untuk dijadikan pasangan hidup.
7. Membangkitkan atau Mandek (Generativity versus Stagnancy)
Di tahap ini (usia 35-50 tahun), umumnya seseorang sudah masuk kehidupan yang mapan. Nah, orientasi psikologis yang dicari bukan lagi tentang identitas atau masih meraba-raba kecocokan profesi. Perkembangan psikologis yang hendak dicapai adalah kemampuan berbagi dan memberikan manfaat bagi orang lain (terutama memberikan pembinaan bagi generasi di bawahnya). Ada juga orang yang mapan secara materi, tapi tak bermanfaat bagi orang lain. Jika gagal, kemungkinan besar manusia merasa dirinya tidak berguna dan tidak produktif.
8. Integritas atau Putus Asa (Integrity versus Despair)
Orang yang sepanjang usianya selalu berbagi dan memiliki integritas, akan mengevaluasi kehidupannya dengan bahagia. Tahap ini (usia di atas 60 tahun) adalah waktu ketika manusia menikmati keberhasilan psikologis yang sudah ia bangun sepanjang hidup. Jika ada yang merasa gagal, maka timbul rasa putus asa yang mendalam. Mnausia yang semasa mudanya populer dan punya kekuasaan tapi tak dibangun dari rasa percaya pada orang lain, siap-siap dihantam dengan post-power syndrome.
Perkembangan psikologis berkelindan dengan perkembangan fisik. Perkembangan fisik yang tak optimal bisa berpengaruh terhadap perkembangan psikologis, tapi ini tak selalu terjadi. Jadi, perkembangan fisik dan psikologis sama-sama penting untuk kita pahami.



3.    Aspek perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain.Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka.
Bahasa merupakan faktor hakiki yang membedakan manusia dengan hewan. Bahasa merupakan anugerah dari Allah Swt, yang dengannya manusia dapat mengenal atau memahami dirinya, sesama manusia, alam, dan penciptanya serta mampu memposisikan dirinya sebagai makhluk berbudaya dan mengembangkan budayanya.
Bahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan berpikir individu. Perkembangan pikiran individu tampak dalam perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk pengertian, menyusun pendapat, dan menarik kesimpulan.
Perkembangan pikiran itu dimulai pada usia 1,6-2,0 tahun, yaitu pada saat anak dapat menyusun kalimat dua atau tiga kata. Laju perkembangan itu sebagai berikut.
a. Usia 1,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat positif, seperti: “bapak makan”.
b. Usia 2,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat negatif (menyangkal), seperti: “Bapak tidak makan”.
c. Pada usia selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat:
1) Kritikan: “ini tidak boleh, ini tidak baik”.
2) Keragu-raguan: barangkali, mungkin, bisa jadi, ini terjadi apabila anak sudah menyadari akan kemungkinan ke khilafannya.
3) Menarik kesimpulan analogi, seperti: anak melihat ayahnya tidur karena sakit, pada waktu lain anak melihat ibunya tidur, dia mengatakan bahwa ibu tidur karena sakit.
Dalam berbahasa, anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai empat tugas pokok yang satu sama lainnya saling berkaitan. Apabila anak berhasil menuntaskan tugas yang satu, maka berarti juga ia dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya. Keempat tugas itu adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain. Bayi memahami bahasa orang lain, bukan memahami kata-kata yang diucapkannya, tetapi dengan memahami kegiatan /gerakan atau gesturenya (bahasa tubuhnya).
2. Pengembangan Perbendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia pra-sekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah.
3. Penyusunan Kata-kata menjadt kalimat, kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya berkembang sebelum usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama adalah kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai: “gesture” untuk melengkapi cara benpikirnya.
4. Ucapan. Kemampuan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dan orang lain (terutama orangtuanya). Pada usia bayi, antara 11-18 bulan, pada umumnya mereka belum dapat berbicara atau mengucapkan kata-kata secara jelas, sehingga sering tidak dimengerti maksudnya. Kejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar tiga tahun. Hasil studi tentang suara dan kombinasi suara menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan dan kesulitan dalam huruf-huruf tertentu.
Ada dua tipe perkembangan bahasa anak, yaitu sebagai berikut.
1. Eqocentric Speech (monolog), berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak yang pada umumnya di lakukan oleh anak berusia 2-3 tahun
2. Socialized Speech, yaitu berkembangnya kemampuan penyesuaian sosial (social adjustment), yang terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan temannya atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini dibagi ke dalam lima bentuk: (a) adapted information, di sini terjadi saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari, (b) critism, yang menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain, (c) command (perintah), request (permintaan) dan threat (ancaman), (d) questions(pertanyaan), dan (e) answers (jawaban).

4. Aspek Perkembangan Perilaku Sosial, Moralitas dan Keagamaan
a. Perkembangan Perilaku sosial
Secara potensial (fitriah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon), kata Plato.
Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut ia harus berada dalam interaksi dengan lingkungan manusia-manusia lain (ingat kisah Singh Zingh di India dan Itard di Perancis, bayi yang disusui dan dibesarkan binatang tidak dapat dididik kembali untuk menjadi manusia biasa).
Secepat individu menyadari bahwa di luar dirinya itu ada orang lain, maka mulailah pula menyadari bahwa ia harus belajar apa yang seyogianya ia perbuat seperti yang diharapkan orang lain. Proses belajar untuk menjadi makhluk sosial ini disebut sosialisasi.
Loree (1970:86) dengan menyitir pendapat English & English (1958) menjelaskan lebih lanjut bahwa sosialisasi itu merupakan suatu proses di mana individu (terutama anak) melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelornpoknya); belajar bergaul dengan dan bertingkah laku seperti orang lain, bertingkah laku di dalam lingkungan sosio-kulturalnya.
Perkembangan sosial, dengan demikian dapat diartikan sebagai sequence dari perubahan yang bersinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi rnakhluk sosial yang dewasa. Charlotte Buhier mengidentifikasikan perkembangan sosial ini dalam term kesadaran hubungan aku engkau atau hubungan subjektif-objektif. Proses perkembangannya berlangsung secara berirama.
b. Perkembangan Moralitas
1. Perkembangan Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat peraturan/nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti (a) seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan (b) larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tingi kelompok sosialnya.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan Anak memperoleh nilai-nilai moral dan lingkungannya dan orangtuanya. Dia belajar untuk mengenal nilai-nilai sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dalam mengembangkan moral anak, peranan orangtua sangatlah penting, terutama pada waktu anak masih kecil. Beberapa sikap orangtua yang perlu diperhatikan sehubungan dengan Perkembangan moral anak, di antaranya sebagai berikut.
a. Kolsisten dalam rnendidik anak
Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu ke pada anak. Suatu tingkah laku anak yang dilarang oleh orangtua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan kembali pada waktu lain.
b. Sikap orangtua dalarn keluarga
Secara tidak langsung, sikap orangtua terhadap anak, sikap ayah dan ibu, atau sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak, yaitu melalui proses peniruan (imitasi) Sikap orangtua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap disiplin semu pada anak, sedangkan sikap yang acuh tak acuh, atau sikap masa bodoh cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggung jawab dan kurang mempedulikan norma pada din anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orangtua adalah sikap kasih sayang keterbukaan, musyawarah (dialogis), dan konsisten
c. Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut
Orang tua merupakan panut (teladah) bagi anak, termasuk di sini panutan dalam mengamalkan ajaran agama. Orangtua yang menciptakan iklim yang religius (agamis) dengan cara membersihkan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan mengalami Perkembangan moral yang baik.
d. Sikap orangtua dalam menerapkan norma
Orang yang tidak menghendaki anaknya berbohong, atau berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhka dirinya dan Perilaku berbohong atau tidak jujur.
3. Proses Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut.
1. Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang dewasa lainnya. Di samping itu, yang paling penting dalam pendidikan moral mi, adalah keteladanan dan orangtua, guru atau orang dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral
2. Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orangtua, guru, kiai, artis atau orang dewasa lainnya).
3. Proses coba-coba (trial & error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus .di kembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikannya.
c. Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Sejalan perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagarnaan, yang erat hubungannya dengan perkembangan intelektual di samping emosional dan volisional (konatifl, mengalami perkembangan. Para ahli umumnya (Zakiah Daradjat, Starbuch, William James) sependapat bahwa pada garis besarnya per kembangan penghayatan keagamaan itu dapat dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda. Tahapan-tahapan itu ialah sebagai berikut.
(a) Pertama. Masa kanak-kanak (sampai usia tujuh tahun) yang ditandai, antara lain oleh:
(1) sikap keagamaan reseptif meskipun banyak bertanya;
(2) pandangan ke-Tuhan-an yang anthropormorph (dipersonifikasikafi)
(3) penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam) meskipun mereka telah melakukan atau partisipasi dalam berbagai kegiatan ritual;
(4) hal ke-Tuhan-an dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya) sesuai dengan taraf kemampuan kognitifnya yang masih bersifat ego centric (memandang segala sesuatu dan sudut dirinya).
(b) Kedua. Masa anak sekolah (7-8 sampai 11-12 tahun), yang ditandai, antara lain, oleh:
(1) sikap keagamaan bersifat reseptif tetapi disertai pengertian
(2) pandangan dan paham ke-Tuhan-an diterangkan secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang bersumber pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dan eksistensi dan keagungan-Nya;
(3) penghayatan secara rohaniah makin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
(c) Ketiga. Masa remaja (12-18 tahun) yang dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan, ialah:
(1) masa remaja awal, yang ditandai, antara lain, oleh:
(a) sikap negatif (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang her agama secara hypocrit (pura-pura) yang peng akuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatannya;
(b) pandangan dalam hal ke-Tuhan-annya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mende ngar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau bertentangan satu sama lain;
(c) pen ghayatan rohaniahnya cenderung skeptic (diliputi kewas-wasan) sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama mi dilakukannya dengan penuh kepatuhan.
(2) masa remaja akhir, yang ditandai, antara lain, oleh:
(a) sikap kembali, pada umumnya, ke arab positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidup nya menjelang dewasa;
(b) pandangan dalam hal ke-Tuhan-an dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya;
(c) penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik (saleh) dan yang tidak. Ta juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi seyogianya diterima sebagai kenyataan dunia ini.


2. Proses Pertumbuhan Penghayatan Keagamaan
Para ahli (Zakiah, Starbuch, dan lain-lain) juga sependapat bahwa meskipun tahapan proses perkembangan seperti di atas merupakan gejala yang universal, namun terdapat variasi yang luas, pada tingkat individual maupun pada tingkat kelompok (keluarga, daerah, aliran, paham) tertentu. Peranan lingkungan keluarga sangat penting dalam pembinaan penghayatan keagamaan mi (Zakiah Daradjat, 1970:4-102).




















BAB III
KESIMPULAN

Perkembangan ( Development ) adalah suatu proses perubahan ke arah kedewasaan atau pematangan yang bersifat KUALITATIF ( ditekankan pada segi fungsional ) akibat adanya proses pertumbuhan materiil dan hasil belajar dan biasanya tidak dapat diukur.
Ada beberapa aspek yang turut memberi andil dari setiap perkembangan manusia. Diantanya yaitu :
1.    Aspek perkembangan fisik dan psikomotorik
2.    Aspek perkembangan Psikologis
3.    Aspek perkembangan bahasa
4.    Aspek perkembangan perilaku sosial, moralitas dan perkembangan

Aspek perkembangan fisik membahas mengenai bagaiman perkembangan fisik manusia dimana terdapat 4 aspek perkembangan fisik menurut Kuhlen dan Thompson (Hurlock, 1956) antaralain sebagai berikut :
1. Sistem syaraf (perkembangan kecerdasan dan emosi)
2. Otot – otot (kekuatan dan kemampuan gerak motorik)
3. Kelenjar Endokrin (perubahan – perubahan pola tingkah laku baru)
4. Struktur fisik/tubuh (perubahan tinggi, berat, dan proporsi

Aspek psikologis membahas bagaimana perkembangan fisik manusia dimana terdapat 8 fase perkembangan psikilogis manusia yaitu :
1. Kepercayaan atau Ketidakpercayaan (Trust versus Mistrust)
2. Kemandirian atau Rasa Malu/Ragu-Ragu (Autonomy versus Shame and Doubt)
3. Inisiatif atau Rasa Bersalah (Iniative dan Feeling Guilty)
4. Ketekunan atau Rasa Rendah Diri (Industri versus Inferiority)
5. Identitas atau Kebingungan Identitas (Identity versus Role Confusion)
6. Keintiman atau Keterkucilan (Intimacy versus Isolation)
7. Membangkitkan atau Mandek (Generativity versus Stagnancy)
8. Integritas atau Putus Asa (Integrity versus Despair)

Aspek perkembangan bahasa membahas mengenai perkembangan bahasa pada manusia. Ada 2 tipe perkembangan bahasa yang dialami ketika masih anak-anak yaitu :
1. Eqocentric Speech (monolog), berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak yang pada umumnya di lakukan oleh anak berusia 2-3 tahun
2. Socialized Speech, yaitu berkembangnya kemampuan penyesuaian sosial (social adjustment), yang terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan temannya atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini dibagi ke dalam lima bentuk: (a) adapted information, di sini terjadi saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari, (b) critism, yang menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain, (c) command (perintah), request (permintaan) dan threat (ancaman), (d) questions(pertanyaan), dan (e) answers (jawaban).

aspek perkembangan perilaku sosial, moralitas dan keagamaan membahas bagaimana manusia berkembang pada aspek sosialnya. Bagaimana perkembangan dalam moralnya dan bagaimana perkembangan manusia terhadap agama yang dianutnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar serta kritik dan saran yang membangun. Terima Kasih.

Popular Post