BAB
I
PENDAHULUAN
Organisme,
baik manusia maupun hewan, pasti mengalami peristiwa perkembangan selama
hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian dengan keadaan yang dimiliki
oleh organisasi tersebut, baik yang bersifat konkret maupun yang bersifat
abstrak. Jadi, arti peristiwa perkembangan itu khSetiap oususnya perkembangan
manusia tidak hanya tertuju pada aspek psikologis saja, tetapi juga aspek
biologis. Karena setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, emosi,
inteligensi maupun sosial, satu sama lain saling mempengaruhi.
Pertumbuhan
adalah proses pertambahan ukuran, volume dan massa yang bersifat irreversible
(tidak dapat balik) karena adanya pembesaran sel dan pertambahan jumlah sel
akibat adanya proses pembelahan sel. Pertumbuhan dapat dinyatakan secara
kuantitatif karena pertumbuhan dapat diketahui dengan cara melihat perubahan
yang terjadi pada makhluk hidup yang bersangkutan. Contohnya adalah pertumbuhan
pada tumbuhan dapat di lihat dengan adanya perubahan tinggi babatang, menghitung
jumlah daun, jumlah bunga, dll.
Perkembangan ( Development )
adalah suatu proses perubahan ke arah kedewasaan atau pematangan yang bersifat
KUALITATIF ( ditekankan pada segi fungsional ) akibat adanya proses pertumbuhan
materiil dan hasil belajar dan biasanya tidak dapat diukur. Contoh : pematangan
sel ovum dan sperma, munculnya kemampuan berdiri dan berjalan, dst.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tahapan Perkembangan Manusia
Dalam buku Human Development,
definisi perkembangan manusia adalah proses perubahan dan kemantapan/kematangan
yang dilalui sepanjang rentang kehidupan seseorang. Tujuan ilmu perkembangan
ini agar manusia lebih mengerti tentang dirinya (Papalia et al,2007). Perubahan
dan kemantapan mencakup pada perkembangan fisik yang meliputi pertumbuhan tubuh
dan otak, sensori, ketrampilan, kesehatan. Perkembangan kognitif yang meliputi
belajar, perhatian, memori, bahasa, berfikir, berargumen dan kreativitas.
Perkembangan psikososial yang meliputi emosi, kepribadian dan hubungan sosial.
Tapi tidak ada definisi yang baku dalam tahapan perkembangan ini, tergantung
pada konstruk sosial yang dianut dimasing-masing negara atau budaya (Papalia et
al, 2007)
bila kita urutkan perkembangan manusia yakni
perkembangan anak sampai dengan masa remajanya adalah seperti ini
·
Tahap Prenatal :
diamana dari masa kandungan sampai dengan masa setelah kelahiran, dalam masa
kehamilan adalah masa pertumbuhan tercepat, dimana otak dan struktur tubuh
tumbuh, dan masa ini adalah masa pertumbuhan tercepat pada manusia.
·
Masa bayi dan balita
: dimulai setelah kelahiran sampai dengan usia 3 tahun, semua sistem indera
pada masa ini beroperasi , otak tumbuh makin rumit dan sangat sensitif terhadap
pengaruh lingkungan, serta diiringi dengan perkembangan motorik yang
berlangsung cepat.
·
Masa kanak awal :
dimulai pada usia anak umur 3 tahun sampai dengan 6 tahun , ditandai dengan
pertumbuhn yang stabil, penampilan menjadi lebih ramping dan mirirp orang
dewasa , dalam masa ini kehilangan selera makan dan masalah tidur adalah hal
yang lazim, memiliki kecenderungan menggunakan satu tangan lebih dominan
terlihat pada masa ini, ditandai juga dengan meningkatnya keterampilan motorik
halus dan kasar serta kekuatan mengingat.
·
Masa kanak tengah :
pertumbuhan melambat, kekuatan dan keterampilan atletik meningkat, penyakit
pernafasan adalah hal yang lazim pada masa ini, tetapi masalah kesehatan
umumnya lebih baik dari masa yang lainya dalam rentang kehidupan.
·
Remaja : terjadi pada
usia manusia di umur 11 sampai degan 20 tahun pertumbuhan fisik dan perubahan
lainya berlangsung cepat dan ekstrem. Kematangan repsoduksi berlangsung.
·
Dewasa Muda : kondisi
fisik memuncak, kemudian sedikit menurun , pilihan gaya hidup mempengaruhi
kesehatan .
·
Dewasa tengah :
kemunduran yang melambat pada kemampuan sensorik, kesehatan, stamina dan
kekuatan dimulai, tetapi perbadaan individual lebar, perempuan mengalami
menopause .
·
Dewasa tua :
kebanyakan orang sehat dan aktif , meskipun kesehatan dan kemampuan fisik
menurun secara umum. Waktu reaksi yang melambat memengaruhi beberapa aspek
fungsi.
B. Aspek-aspek Perkembangan Manusia
1. Aspek Perkembangan Fisik
dan Psikomotorik
Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem
organ yang kompleks dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada
periode pranatal (dalam kandungan). Berkaitan dengan perkembangan fisik ini
Kuhlen dan Thompson (Hurlock, 1956) mengemukakan bahwa perkembangan fisik
individu meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, yang sangat
mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-otot, yang
mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar
Endokrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada
usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang
sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4) Struktur Fisik/Tubuh,
yang meliputi tinggi, berat, dan proporsi.
4 aspek perkembangan
fisik menurut Kuhlen dan Thompson (Hurlock, 1956) antara lain sebagai berikut :
1. Sistem syaraf
(perkembangan kecerdasan dan emosi)
2. Otot – otot
(kekuatan dan kemampuan gerak motorik)
3. Kelenjar Endokrin
(perubahan – perubahan pola tingkah laku baru)
4. Struktur
fisik/tubuh (perubahan tinggi, berat, dan proporsi
Awal dari perkembangan pribadi
seseorang asasnya bersifat biologis. Dalam taraf-taraf perkembangan
selanjutnya, normlitas dari konstitusi, struktur dan kondisi talian dengan
masalah Body-Image, self-concept, self-esteem dan rasa harga dirinya.
Perkembangannya fisik ini mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
1. Perkembangan anatomis
Perkembangan anatomis ditunjukkan
dengan adanya perubahan kuantitatif pada struktur tulang belulang. Indeks
tinggi dan berat badan, proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis keajegan
badan badan secara keseluruhan.
2. Perkembangan fisiologi
Perkembangan fisiologis ditandai
dengan adanya perubahan-perubahan secara kuantitatif, kualitatif dan fungsional
dari sistem-sistem kerja hayati seperti konstraksi otot, peredaran darah dan
pernafasan, persyaratan, sekresi kelenjcar dan pencernaan.
Aspek fisiologi yang sangat
penting bagi kehidupan manusia adalah otak (brain). Otak dapat dikatakan
sebagai pusat atau sentral perkembangan dan fungsi kemanusiaan. Otak ini
terdiri atas 100 miliar sel syaraf (neuron), dan setiap sel syaraf tersebut,
rata-rata memiliki sekitar 3000 koneksi (hubungan) dengan sel-sel syaraf yang
lainnya. Neuron ini terdiri dari inti sel (nucleus) dan sel body yang berfungsi
sebagai penyalur aktivitas dari sel syaraf yang satu ke sel yang lainnya.
Beberapa contoh perkembangan fisik seperti
:
·
Semakin meningkatkan
kemampuan Panca indera
·
Sistem peredaran
darah yang lebih optimal seperti kerja jantung dan paru-paru
·
Meningkatnya sistem
persarafan mulai dari pusat syaraf (otak) hingga ke jaringan syaraf.
·
Semakin optimalnya
sistem perkembangbiakan (reproduksi) yaitu fungsi kerja alat perkembangbiakan.
2.
Aspek Perkembangan Psikologis
Dalam
perkembangan psikologis ada ilmu yang mempelajari perkembangan yaitu psikologi
perkembangan. Psikologi perkembangan adalah cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari
perkembangan dan perubahan aspek kejiwaan manusia sejak dilahirkan sampai
dengan mati. Terapan dari ilmu psikologi perkembangan digunakan di bidang
berbagai bidang seperti pendidikan dan pengasuhan, pengoptimalan kualitas
hidup dewasa tua, penanganan remaja.
Menurut Erik Erikson
(1902-1994), Berikut adalah delapan tahap perkembangan psikologis:
1. Kepercayaan atau Ketidakpercayaan (Trust versus Mistrust)
Untuk bayi baru lahir hingga usia 12
bulan, tahap yang harus dipenuhi adalah rasa percaya terhadap orang
terdekatnya, khususnya ibu. Kelekatan fisik, pada tahap ini, adalah sesuatu
yang sangat penting. Bayi mendapatkan rasa percaya dari sentuhan fisik dengan
orang lain. Perasaan bayi amat sensitif dan ia berkomunikasi melalui tangisan.
Terlalu lama merespon tangisan bisa membuat bayi merasa diabaikan. Sederhana
kan syaratnya? Melalui penelitian jangka panjang, diketahui bahwa orang-orang
yang paranoid, pencemas, dan abai terhadap lingkungan tidak mendapatkan
kelekatan yang cukup baik selama tahun pertama kehidupannya.
2. Kemandirian atau Rasa Malu/Ragu-Ragu (Autonomy versus Shame and Doubt)
Setelah bayi merasa bahwa lingkungan dan
orang di sekitarnya dapat dipercaya, ia akan mulai mengembangkan kemandirian.
Bayi mulai menjelajahi lingkungan di sekitarnya dan memegang segala benda yang
ia temui. Proses “memegang benda” semacam pernyataan dari si bayi kalau ia
mampu mengenali lingkungannya. Kemampuan ini seharusnya diberikan apresiasi
oleh keluarga. Jika tidak, ia akan tumbuh menjadi pribadi peragu dan pemalu.
Tahap ini terjadi di usia 12-24 bulan.
3. Inisiatif atau Rasa Bersalah (Iniative dan
Feeling Guilty)
Usia 2-5 tahun adalah
masa ketika anak mengembangkan rasa inisiatif. Mereka mulai tertarik dengan
banyak hal. Pada fase ini, anak sudah mulai mengerti nilai moral, meskipun
mereka belum paham mana yang benar dan salah.
4. Ketekunan atau Rasa Rendah Diri (Industri versus
Inferiority)
Memasuki masa sekolah
dasar hingga usia sekitar 10 tahun, anak mulai belajar berinteraksi dalam
lingkungan sosial yang lebih luas. Pada fase ini, anak mengembangkan
keterampilan sosial dan mulai menyenangi hal-hal spesifik. Fase ini adalah masa
terbaik untuk mengembangkan kepercayaan diri anak dengan mengikuti berbagai
kegiatan kelompok, perlombaan, dan aktivitas yang bisa menunjang bakatnya.
Tapi hati-hati, meskipun anak diikutkan dalam beragam
perlombaan, jangan tuntut supaya anak menang. Biarkan mereka menikmati
aktivitasnya, menang atau kalau tidak penting. Melalui kegiatan tersebut,
mereka belajar menghargai kemampuan diri sendiri dan juga kemampuan orang lain.
Jika tugas perkembangan fase ini tak terpenuhi, anak akan tumbuh jadi pribadi
yang rendah diri dan merasa tidak berbakat.
5. Identitas atau Kebingungan Identitas (Identity
versus Role Confusion)
Kenapa yang sering
tawuran itu adalah anak SMA, bukan anak SD atau SMP atau orang dewasa? Selain
sebagai penyalur energi yang meluap-luap, tawuran adalah manifestasi dari ego
identitas kelompok remaja. Usia belasan hingga awal dua puluh tahun adalah masa
pencarian identitas. Pada masa ini seorang remaja mulai berpikir tentang makna
menang dan kalah. Kalau di fase sebelumnya, perlombaan adalah ajang belajar, di
masa remaja, kompetisi adalah pembuktian identitas diri. Menang jadi bangga,
kalah tidak terima.
Keberhasilan seorang remaja untuk melewati fase ini
ditentukan dengan kemampuan orangtua beradaptasi dari seorang ayah/ibu menjadi
seorang sahabat. Pernah lihat film Queen Bee? Tokoh Queen di film
tersebut adalah gambaran remaja penuh bakat tapi merasa tidak diperhatikan
orangtuanya. Dia ingin ayahnya berperan sebagai sahabat. Terminologi “galau”
yang lekat pada remaja labil sebenarnya adalah bentuk dari kebingungan
identitas yang mereka alami.
6. Keintiman atau Keterkucilan (Intimacy versus
Isolation)
Fase usia awal 20-an
hingga usia 30-an ditandai dengan tugas perkembangan mencari keintiman dengan
seseorang. Pada usia ini, memiliki satu orang yang berharga lebih penting
daripada nongkrong dengan teman geng yang jumlahnya
segerombolan.
Biasanya, usia 20-an hingga 30-an adalah masa
berkarier secara profesional. Kehidupan manusia dihabiskan dengan berkarier.
Tanpa seseorang yang dekat secara emosional, sesukses apa pun seseorang, ia pasti
merasa terasing. Manusia mulai membedakan definisi intim dengan keluarga dan
intim dengan orang yang ia cintai. Tugas perkembangan manusia pada fase ini
adalah menemukan seseorang untuk dijadikan pasangan hidup.
7. Membangkitkan atau Mandek (Generativity versus
Stagnancy)
Di tahap ini (usia
35-50 tahun), umumnya seseorang sudah masuk kehidupan yang mapan. Nah,
orientasi psikologis yang dicari bukan lagi tentang identitas atau masih
meraba-raba kecocokan profesi. Perkembangan psikologis yang hendak dicapai
adalah kemampuan berbagi dan memberikan manfaat bagi orang lain (terutama
memberikan pembinaan bagi generasi di bawahnya). Ada juga orang yang mapan
secara materi, tapi tak bermanfaat bagi orang lain. Jika gagal, kemungkinan
besar manusia merasa dirinya tidak berguna dan tidak produktif.
8. Integritas atau Putus Asa (Integrity versus
Despair)
Orang yang sepanjang
usianya selalu berbagi dan memiliki integritas, akan mengevaluasi kehidupannya
dengan bahagia. Tahap ini (usia di atas 60 tahun) adalah waktu ketika manusia
menikmati keberhasilan psikologis yang sudah ia bangun sepanjang hidup. Jika
ada yang merasa gagal, maka timbul rasa putus asa yang mendalam. Mnausia yang
semasa mudanya populer dan punya kekuasaan tapi tak dibangun dari rasa percaya
pada orang lain, siap-siap dihantam dengan post-power syndrome.
Perkembangan psikologis berkelindan dengan
perkembangan fisik. Perkembangan fisik yang tak optimal bisa berpengaruh
terhadap perkembangan psikologis, tapi ini tak selalu terjadi. Jadi,
perkembangan fisik dan psikologis sama-sama penting untuk kita pahami.
3.
Aspek perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan
kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain.Dalam pengertian ini tercakup
semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam
bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti
dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka.
Bahasa merupakan
faktor hakiki yang membedakan manusia dengan hewan. Bahasa merupakan anugerah dari
Allah Swt, yang dengannya manusia dapat mengenal atau memahami dirinya, sesama
manusia, alam, dan penciptanya serta mampu memposisikan dirinya sebagai
makhluk berbudaya dan mengembangkan budayanya.
Bahasa sangat erat
kaitannya dengan perkembangan berpikir individu. Perkembangan pikiran individu
tampak dalam perkembangan bahasanya yaitu kemampuan membentuk pengertian,
menyusun pendapat, dan menarik kesimpulan.
Perkembangan pikiran
itu dimulai pada usia 1,6-2,0 tahun, yaitu pada saat anak dapat menyusun kalimat
dua atau tiga kata. Laju perkembangan itu sebagai berikut.
a. Usia 1,6
tahun, anak dapat menyusun pendapat positif, seperti: “bapak makan”.
b. Usia 2,6
tahun, anak dapat menyusun pendapat negatif (menyangkal), seperti: “Bapak tidak
makan”.
c. Pada usia
selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat:
1) Kritikan:
“ini tidak boleh, ini tidak baik”.
2) Keragu-raguan:
barangkali, mungkin, bisa jadi, ini terjadi apabila anak sudah menyadari akan
kemungkinan ke khilafannya.
3) Menarik
kesimpulan analogi, seperti: anak melihat ayahnya tidur karena sakit, pada
waktu lain anak melihat ibunya tidur, dia mengatakan bahwa ibu tidur karena
sakit.
Dalam berbahasa, anak
dituntut untuk menuntaskan atau menguasai empat tugas pokok yang satu sama
lainnya saling berkaitan. Apabila anak berhasil menuntaskan tugas yang satu,
maka berarti juga ia dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya. Keempat tugas
itu adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman,
yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain. Bayi memahami bahasa orang
lain, bukan memahami kata-kata yang diucapkannya, tetapi dengan memahami
kegiatan /gerakan atau gesturenya (bahasa tubuhnya).
2. Pengembangan
Perbendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua
tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia pra-sekolah dan
terus meningkat setelah anak masuk sekolah.
3. Penyusunan
Kata-kata menjadt kalimat, kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada
umumnya berkembang sebelum usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama adalah
kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai: “gesture” untuk
melengkapi cara benpikirnya.
4. Ucapan.
Kemampuan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi (peniruan) terhadap
suara-suara yang didengar anak dan orang lain (terutama orangtuanya). Pada usia
bayi, antara 11-18 bulan, pada umumnya mereka belum dapat berbicara atau
mengucapkan kata-kata secara jelas, sehingga sering tidak dimengerti maksudnya.
Kejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar tiga tahun. Hasil studi
tentang suara dan kombinasi suara menunjukkan bahwa anak mengalami kemudahan
dan kesulitan dalam huruf-huruf tertentu.
Ada dua tipe
perkembangan bahasa anak, yaitu sebagai berikut.
1. Eqocentric Speech (monolog), berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak yang pada umumnya di lakukan oleh
anak berusia 2-3 tahun
2. Socialized Speech, yaitu berkembangnya kemampuan
penyesuaian sosial (social adjustment), yang terjadi ketika berlangsung kontak
antara anak dengan temannya atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini dibagi
ke dalam lima bentuk: (a) adapted information, di sini terjadi
saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari, (b) critism,
yang menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain,
(c) command (perintah), request (permintaan) dan threat (ancaman),
(d) questions(pertanyaan), dan (e) answers (jawaban).
4. Aspek Perkembangan
Perilaku Sosial, Moralitas dan Keagamaan
a. Perkembangan
Perilaku sosial
Secara potensial
(fitriah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon), kata
Plato.
Namun, untuk
mewujudkan potensi tersebut ia harus berada dalam interaksi dengan lingkungan
manusia-manusia lain (ingat kisah Singh Zingh di India dan Itard di Perancis,
bayi yang disusui dan dibesarkan binatang tidak dapat dididik kembali untuk
menjadi manusia biasa).
Secepat individu
menyadari bahwa di luar dirinya itu ada orang lain, maka mulailah pula
menyadari bahwa ia harus belajar apa yang seyogianya ia perbuat seperti yang
diharapkan orang lain. Proses belajar untuk menjadi makhluk sosial ini disebut
sosialisasi.
Loree (1970:86)
dengan menyitir pendapat English & English (1958) menjelaskan lebih lanjut
bahwa sosialisasi itu merupakan suatu proses di mana individu (terutama anak)
melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama
tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelornpoknya); belajar bergaul dengan
dan bertingkah laku seperti orang lain, bertingkah laku di dalam lingkungan
sosio-kulturalnya.
Perkembangan sosial,
dengan demikian dapat diartikan sebagai sequence dari perubahan yang
bersinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi rnakhluk sosial yang
dewasa. Charlotte Buhier mengidentifikasikan perkembangan sosial ini dalam term
kesadaran hubungan aku engkau atau hubungan subjektif-objektif. Proses
perkembangannya berlangsung secara berirama.
b. Perkembangan
Moralitas
1. Perkembangan
Moral
Istilah moral berasal dari kata
Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat peraturan/nilai-nilai atau
tatacara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan
melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral
itu, seperti (a) seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara
ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain,
dan (b) larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku tersebut sesuai dengan
nilai-nilai moral yang dijunjung tingi kelompok sosialnya.
2. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
Perkembangan moral seorang anak
banyak dipengaruhi oleh lingkungan Anak memperoleh nilai-nilai moral dan
lingkungannya dan orangtuanya. Dia belajar untuk mengenal nilai-nilai sesuai
dengan nilai-nilai tersebut. Dalam mengembangkan moral anak, peranan orangtua
sangatlah penting, terutama pada waktu anak masih kecil. Beberapa sikap orangtua
yang perlu diperhatikan sehubungan dengan Perkembangan moral anak, di antaranya
sebagai berikut.
a. Kolsisten
dalam rnendidik anak
Ayah dan ibu harus memiliki sikap
dan perlakuan yang sama dalam melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu
ke pada anak. Suatu tingkah laku anak yang dilarang oleh orangtua pada suatu
waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan kembali pada waktu lain.
b. Sikap
orangtua dalarn keluarga
Secara tidak langsung, sikap
orangtua terhadap anak, sikap ayah dan ibu, atau sebaliknya, dapat mempengaruhi
perkembangan moral anak, yaitu melalui proses peniruan (imitasi) Sikap orangtua
yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap disiplin semu pada anak,
sedangkan sikap yang acuh tak acuh, atau sikap masa bodoh cenderung mengembangkan
sikap kurang bertanggung jawab dan kurang mempedulikan norma pada din anak.
Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orangtua adalah sikap kasih sayang
keterbukaan, musyawarah (dialogis), dan konsisten
c. Penghayatan
dan pengamalan agama yang dianut
Orang tua merupakan panut
(teladah) bagi anak, termasuk di sini panutan dalam mengamalkan ajaran
agama. Orangtua yang menciptakan iklim yang religius (agamis) dengan cara
membersihkan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka
anak akan mengalami Perkembangan moral yang baik.
d. Sikap
orangtua dalam menerapkan norma
Orang yang tidak menghendaki
anaknya berbohong, atau berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhka
dirinya dan Perilaku berbohong atau tidak jujur.
3. Proses
Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak dapat
berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut.
1. Pendidikan
langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar
dan salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang dewasa lainnya.
Di samping itu, yang paling penting dalam pendidikan moral mi, adalah
keteladanan dan orangtua, guru atau orang dewasa lainnya dalam melakukan
nilai-nilai moral
2. Identifikasi,
yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku
moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orangtua, guru, kiai, artis atau
orang dewasa lainnya).
3. Proses
coba-coba (trial & error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku
moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan
akan terus .di kembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman
atau celaan akan dihentikannya.
c. Perkembangan
Penghayatan Keagamaan
Sejalan perkembangan
kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagarnaan, yang erat hubungannya
dengan perkembangan intelektual di samping emosional dan volisional (konatifl,
mengalami perkembangan. Para ahli umumnya (Zakiah Daradjat, Starbuch,
William James) sependapat bahwa pada garis besarnya per kembangan penghayatan
keagamaan itu dapat dibagi dalam tiga tahapan yang secara kualitatif
menunjukkan karakteristik yang berbeda. Tahapan-tahapan itu ialah sebagai
berikut.
(a) Pertama.
Masa kanak-kanak (sampai usia tujuh tahun) yang ditandai, antara lain oleh:
(1) sikap
keagamaan reseptif meskipun banyak bertanya;
(2) pandangan
ke-Tuhan-an yang anthropormorph (dipersonifikasikafi)
(3) penghayatan
secara rohaniah masih superficial (belum mendalam) meskipun mereka telah
melakukan atau partisipasi dalam berbagai kegiatan ritual;
(4) hal
ke-Tuhan-an dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya)
sesuai dengan taraf kemampuan kognitifnya yang masih bersifat ego centric
(memandang segala sesuatu dan sudut dirinya).
(b) Kedua. Masa
anak sekolah (7-8 sampai 11-12 tahun), yang ditandai, antara lain, oleh:
(1) sikap
keagamaan bersifat reseptif tetapi disertai pengertian
(2) pandangan
dan paham ke-Tuhan-an diterangkan secara rasional berdasarkan kaidah-kaidah
logika yang bersumber pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dan
eksistensi dan keagungan-Nya;
(3) penghayatan
secara rohaniah makin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual diterima sebagai
keharusan moral.
(c) Ketiga. Masa
remaja (12-18 tahun) yang dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan, ialah:
(1) masa remaja
awal, yang ditandai, antara lain, oleh:
(a) sikap
negatif (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam pikirannya yang
kritis melihat kenyataan orang-orang her agama secara hypocrit (pura-pura) yang
peng akuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuatannya;
(b) pandangan
dalam hal ke-Tuhan-annya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mende ngar
berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak cocok atau
bertentangan satu sama lain;
(c) pen ghayatan
rohaniahnya cenderung skeptic (diliputi kewas-wasan) sehingga banyak yang
enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama mi dilakukannya dengan
penuh kepatuhan.
(2) masa remaja
akhir, yang ditandai, antara lain, oleh:
(a) sikap
kembali, pada umumnya, ke arab positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual,
bahkan agama dapat menjadi pegangan hidup nya menjelang dewasa;
(b) pandangan
dalam hal ke-Tuhan-an dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan
dipilihnya;
(c) penghayatan
rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan merindu puja
ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan manusia
penganutnya, yang baik (saleh) dan yang tidak. Ta juga memahami bahwa terdapat
berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi seyogianya
diterima sebagai kenyataan dunia ini.
2. Proses
Pertumbuhan Penghayatan Keagamaan
Para ahli (Zakiah,
Starbuch, dan lain-lain) juga sependapat bahwa meskipun tahapan proses
perkembangan seperti di atas merupakan gejala yang universal, namun terdapat
variasi yang luas, pada tingkat individual maupun pada tingkat kelompok
(keluarga, daerah, aliran, paham) tertentu. Peranan lingkungan keluarga sangat
penting dalam pembinaan penghayatan keagamaan mi (Zakiah Daradjat, 1970:4-102).
BAB
III
KESIMPULAN
Perkembangan ( Development ) adalah suatu proses
perubahan ke arah kedewasaan atau pematangan yang bersifat KUALITATIF (
ditekankan pada segi fungsional ) akibat adanya proses pertumbuhan materiil dan
hasil belajar dan biasanya tidak dapat diukur.
Ada beberapa aspek yang turut memberi andil dari setiap
perkembangan manusia. Diantanya yaitu :
1.
Aspek perkembangan fisik dan psikomotorik
2.
Aspek perkembangan Psikologis
3.
Aspek perkembangan bahasa
4.
Aspek perkembangan perilaku sosial, moralitas dan
perkembangan
Aspek perkembangan fisik
membahas mengenai bagaiman perkembangan fisik manusia dimana terdapat 4 aspek perkembangan fisik menurut Kuhlen dan Thompson
(Hurlock, 1956) antaralain sebagai berikut :
1. Sistem syaraf
(perkembangan kecerdasan dan emosi)
2. Otot – otot
(kekuatan dan kemampuan gerak motorik)
3. Kelenjar Endokrin
(perubahan – perubahan pola tingkah laku baru)
4. Struktur
fisik/tubuh (perubahan tinggi, berat, dan proporsi
Aspek
psikologis membahas bagaimana perkembangan fisik manusia dimana terdapat 8 fase
perkembangan psikilogis manusia yaitu :
1. Kepercayaan
atau Ketidakpercayaan (Trust versus Mistrust)
2. Kemandirian
atau Rasa Malu/Ragu-Ragu (Autonomy versus Shame and Doubt)
3. Inisiatif atau Rasa Bersalah (Iniative dan Feeling Guilty)
4. Ketekunan atau Rasa Rendah Diri (Industri versus Inferiority)
5. Identitas atau Kebingungan Identitas (Identity versus Role
Confusion)
6. Keintiman atau Keterkucilan (Intimacy versus Isolation)
7. Membangkitkan atau Mandek (Generativity versus Stagnancy)
8. Integritas atau Putus Asa (Integrity versus Despair)
Aspek perkembangan bahasa
membahas mengenai perkembangan bahasa pada manusia. Ada 2 tipe perkembangan
bahasa yang dialami ketika masih anak-anak yaitu :
1. Eqocentric Speech (monolog), berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak yang pada umumnya di lakukan oleh
anak berusia 2-3 tahun
2. Socialized Speech, yaitu berkembangnya kemampuan
penyesuaian sosial (social adjustment), yang terjadi ketika berlangsung kontak
antara anak dengan temannya atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini dibagi
ke dalam lima bentuk: (a) adapted information, di sini terjadi
saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari, (b) critism,
yang menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain,
(c) command (perintah), request (permintaan) dan threat (ancaman),
(d) questions(pertanyaan), dan (e) answers (jawaban).
aspek perkembangan perilaku sosial, moralitas dan
keagamaan membahas bagaimana manusia berkembang pada aspek sosialnya. Bagaimana
perkembangan dalam moralnya dan bagaimana perkembangan manusia terhadap agama
yang dianutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar serta kritik dan saran yang membangun. Terima Kasih.