Organisme,
baik manusia maupun hewan, pasti mengalami peristiwa perkembangan selama
hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian dengan keadaan yang dimiliki
oleh organisasi tersebut, baik yang bersifat konkret maupun yang bersifat
abstrak. Jadi, arti peristiwa perkembangan itu khSetiap oususnya perkembangan
manusia tidak hanya tertuju pada aspek psikologis saja, tetapi juga aspek
biologis. Karena setiap aspek perkembangan individu, baik fisik, emosi,
inteligensi maupun sosial, satu sama lain saling mempengaruhi.
Terdapat
hubungan atau korelasi yang positif diantara aspek tersebut. Apabila seorang
anak dalam pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka
dia akan mengalami kemandegan dalam perkembangan aspek lainnya, seperti
kecerdasannya kurang berkembang dan mengalami kelabilan emosional.
PEMBAHASAN
Aspek-aspek perkembangan ini
meliputi: fisik, bahasa, kognitif, perilaku sosial. Moralitas, dan keagamaan,
perkembangan afektif, konatif, dan kepribadian
1. Perkembangan Fisik
a. Perkembangan fisik
Fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang
kompleks dan sangat mengagumkan. Semua organ ini terbentuk pada periode
pranatal (dalam kandungan). Berkaitan dengan perkembangan fisik ini Kuhlen dan
Thompson (Hurlock, 1956) mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu
meliputi empat aspek, yaitu (1) Sistem syaraf, yang sangat mempengaruhi
perkembangan kecerdasan dan emosi; (2) Otot-otot, yang mempengaruhi
perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik; (3) Kelenjar Endokrin, yang
menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seperti pada usia remaja
berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian
anggotanya terdiri atas lawan jenis; dan (4) Struktur Fisik/Tubuh, yang meliputi
tinggi, berat, dan proporsi.
Awal dari perkembangan pribadi seseorang asasnya bersifat
biologis. Dalam taraf-taraf perkembangan selanjutnya, normalitas dari
konstitusi, struktur dan kondisi talian dengan masalah Body-Image,
self-concept, self-esteem dan rasa harga dirinya. Perkembangannya fisik ini
mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
1.
Perkembangan anatomis
Perkembangan anatomis ditunjukkan dengan adanya perubahan
kuantitatif pada struktur tulang belulang. Indeks tinggi dan berat badan,
proporsi tinggi kepala dengan tinggi garis keajegan badan badan secara
keseluruhan.
2.
Perkembangan fisiologi
Perkembangan fisiologis ditandai dengan adanya
perubahan-perubahan secara kuantitatif, kualitatif dan fungsional dari
sistem-sistem kerja hayati seperti konstraksi otot, peredaran darah dan
pernafasan, persyaratan, sekresi kelenjcar dan pencernaan.
Aspek fisiologi yang sangat penting bagi kehidupan manusia
adalah otak (brain). Otak dapat dikatakan sebagai pusat atau sentral
perkembangan dan fungsi kemanusiaan. Otak ini terdiri atas 100 miliar sel
syaraf (neuron), dan setiap sel syaraf tersebut, rata-rata memiliki sekitar
3000 koneksi (hubungan) dengan sel-sel syaraf yang lainnya. Neuron ini terdiri
dari inti sel (nucleus) dan sel body yang berfungsi sebagai penyalur aktivitas
dari sel syaraf yang satu ke sel yang lainnya. . Secara struktur otak ini
terdiri atas tiga bagian yaitu: a) Brainstem(termasuk di dalamnya
celebellum) yang berfungsi mengontrol keseimbangan dan koordinasi. b) Midbrain,
yang berfungsi sebagai stasion pengulang atau penyambung dan pengontrol
pernafasan dan fungsi menelan. c) cerebrume sebagai pusat otak yang
paling tinggi yang meliputi belahan otak kiri dan kanan (left and right
hemispheres) dan sebagai pengikat syaraf-syaraf yang berhubungan dengannya.
Berkaitan dengan fungsi otak, dapat dibedakan berdasarkan
kedua belahan otak tersebut, yaitu belahan kiri dan kanan. Otak mempunyai
pengaruh yang sangat menentukan bagi perkembangan aspek-aspek perkembangan
individu lainnya, baik keterampilan motorik, intelektual, emosional, sosial,
moral, maupun kepribadian. Pertumbuhan otak yang normal (sehat) berpengaruh
positif bagi perkembangan aspek-aspek lainnya.
2. Perkembangan Bahasa
a.
Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang
lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana
pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk
mengungkapkan sesuatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan,
isyarat, bilangan, lukisan, dan mimik muka.
Bahasa merupakan faktor hakiki yang membedakan manusia
dengan hewan. Bahasa merupakan anugerah dari Allah Swt, yang dengannya manusia
dapat mengenal atau memahami dirinya, sesama manusia, alam, dan penciptanya
serta mampu memposisikan dirinya sebagai makhluk berbudaya dan mengembangkan
budayanya.
Bahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan berpikir
individu. Perkembangan pikiran individu tampak dalam perkembangan bahasanya
yaitu kemampuan membentuk pengertian, menyusun pendapat, dan menarik
kesimpulan.
Perkembangan pikiran itu dimulai pada usia 1,6-2,0 tahun,
yaitu pada saat anak dapat menyusun kalimat dua atau tiga kata. Laju
perkembangan itu sebagai berikut.
a.Usia
1,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat positif, seperti: “bapak makan”.
b.Usia
2,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat negatif (menyangkal), seperti: “Bapak
tidak makan”.
c.
Pada usia selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat:
1)
Kritikan: “ini tidak boleh, ini tidak baik”.
2)
Keragu-raguan: barangkali, mungkin, bisa jadi, ini terjadi apabila anak sudah
menyadari akan kemungkinan ke khilafannya.
3)
Menarik kesimpulan analogi, seperti: anak melihat ayahnya tidur karena sakit,
pada waktu lain anak melihat ibunya tidur, dia mengatakan bahwa ibu tidur
karena sakit.
Dalam berbahasa, anak dituntut untuk menuntaskan atau
menguasai empat tugas pokok yang satu sama lainnya saling berkaitan. Apabila
anak berhasil menuntaskan tugas yang satu, maka berarti juga ia dapat
menuntaskan tugas-tugas yang lainnya. Keempat tugas itu adalah sebagai berikut:
1.
Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain. Bayi memahami
bahasa orang lain, bukan memahami kata-kata yang diucapkannya, tetapi dengan
memahami kegiatan /gerakan atau gesturenya (bahasa tubuhnya).
2.
Pengembangan Perbendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat
pada usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia
pra-sekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah.
3.
Penyusunan Kata-kata menjadt kalimat, kemampuan menyusun kata-kata menjadi
kalimat pada umumnya berkembang sebelum usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama
adalah kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai: “gesture”
untuk melengkapi cara benpikirnya.
4.
Ucapan. Kemampuan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi (peniruan)
terhadap suara-suara yang didengar anak dan orang lain (terutama orangtuanya).
Pada usia bayi, antara 11-18 bulan, pada umumnya mereka belum dapat berbicara
atau mengucapkan kata-kata secara jelas, sehingga sering tidak dimengerti
maksudnya. Kejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar tiga tahun.
Hasil studi tentang suara dan kombinasi suara menunjukkan bahwa anak mengalami
kemudahan dan kesulitan dalam huruf-huruf tertentu.
Perkembangan
bahasa dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut yaitu:
1. Faktor Kesehatan. Kesehatan merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi perkembangan bahasa anak, terutama pada usia awal kehidupannya.
Apabila pada usia dua tahun pertama, anak mengalami sakit terus-menerus, maka
anak tersebut cenderung akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam
perkembangan bahasanya. Oleh karena itu, untuk memelihara perkembangan bahasa
anak secara normal, orangtua perlu memper hatikan kondisi kesehatan anak. Upaya
yang dapat ditempuh adalah dengan cara memberikan ASI, makanan yang bergizi,
memelihara kebersihan tubuh anak atau secara reguler memeriksakan anak ke
dokter atau ke puskesmas.
2.
Inteligensi Perkembangan bahasa anak dapat dilihat dari tingkat inteligensinya.
Anak yang perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai inteligensi
normal atau di atas normal.).
3.
Status Sosial Ekonorni Keluarga. Beberapa studi tentang hubungan antara
perkembangan bahasa dengan status sosial ekonomi keluarga menunjukkan bahwa
anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan dalam perkembangan
bahasa dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik.
Kondisi ini terjadi mungkin disebabkan oleh perbedaan kecerdasan atau
kesempatan belajar (keluarga miskin diduga kurang memperhatikan perkembangan
bahasa anaknya), atau kedua-duanya (Hetzer & Reindorf dalam E. Hurlock.
1956).
4.
Jenis kelamin (Sex). Pada tahun pertama usia anak, tidak ada perbedaan
dalam vokalisasi antara pria dengan wanita. Namun mulai usia dua tahun, anak
wanita menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dari anak pria.
5.
Hubungan Keluarga. Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi
dan berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orangtua yang mengajar,
melatih dan memberikan contoh berbahasa kepada anak.
3. Perkembangan Kognitif
Istilah “cognitive” berasal dari kata cognition yang
padanannya knowing, berarti mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition
(kognisi) ialah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan (Neisser,
1976). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai
salah satu domain atau wilayah/ranah psikologis manusia yang meliputi setiap
perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan
informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang
berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi
(perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa (Chaplin, 1972).
Sebagian besar psikolog terutama kognitivis (ahli psikologi
kognitif) berkeyakinan bahwa proses perkembangan kognitif manusia mulai
berlangsung sejak ia baru lahir. Bekal dan modal dasar perkembangan manusia,
yakni kapasitas motor dan kapasitas sensori seperti yang telah penyusun uraikan
di muka, ternyata sampai batas tertentu, juga dipengaruhi oleh aktivitas ranah
kognitif. Pada poin 1 bagian ini telah penyusun utarakan, bahwa campur tangan
sel-sel otak terhadap perkembangan bayi baru dimulai setelah ia berusia 5 bulan
saat kemampuan sensorinya (seperti melihat dan mendengar) benar-benar mulai
tampak.
.
Terdapat hubungan yang amat erat
antara perkembangan bahasa dan perilaku kognitif. Taraf-taraf penguasaan
keterampilan berbahasa dipengaruhi, bahkan bergantung pada tingkat-tingkat
kematangan dalam kemampuan intelektual. Sebaliknya, bahasa merupakan sarana dan
alat yang strategis bagi 1ajunya perkembangan perilaku kognitif.
Perkembangan fungsi-fungsi dan perilaku kognitif itu menurut
Loree.(1970:77), dapat dideskripsikan dengan dua cara yaitu secara kualitatif
dan secara kuantitatif.
1.Perkembangan
Fungsi-Fungsi Kognitif
Secara Kuantitatif perkembangan fungsi-fungsi kognitif
secara kuantitatif dapat dikembangkan berdasarkan basil laporan berbagai studi
pengukuran dengan menggunakan tes inteligensi sebagai alat ukurnya, yang
dilakukan secara longitudinal terhadap sekelompok subjek dan sampai ke
tingkatan usia tertentu (3-5 tahun sampai usia 30-35 tahun, misalnya) secara
test-retest yang alat ukurnya disusun secara sekuensial (Standford Revision
Binet Test). Dengan menggunakan hasil pengukuran tes yang rnencakup General
Information and Verbal Analogies, Jones and Conrad (Loree, 1970:78) telah
mengembangkan sebuah kurva perkembangan inteligensi, yang dapat ditafsirkan
antara lain sebagai berikut.
(a)
Laju perkembangan inteligensi berlangsung sangat pesat sampai ,masa remaja
awal, setelah itu kepesatan nya berangsur menurun.
(b)
Puncak perkembangan pada umumnya dicapai di penghujung masa remaja akhir (sekitar
usia dua puluhan); perubahan-perubahan yang amat tipis sampai usia 50 tahun,
setelah itu terjadi plateau (mapan) sampai usia 60 tahun, untuk selanjutnya
berangsur menurun (deklinasi).
(c)
Terdapat variasi dalam saatnya dan laju kecepatan deklinasi menurut jenis-jenis
kecakapan khusus tertentu.
2.
Perkembangan Perilaku Kognitif secara Kualitatif
Piaget
membagi proses perkembangan fungsi dan peri itu ke dalam empat tahapan utama
yang secara kualitatif setiap tahapan menunjukkan karakteristik yang berbeda-beda.
(a)
Sensorimotor period (0,0 - 2,0). Periode ini ditandai penggunaan sensorimotorik
(dalam pengamatan penginderaan) yang intensif terhadap dunia sekitar. Prestasi
intelektual yang dicapai dalam periode ini ialah perkembangan bahasa, hubungan
tentang obyek kontrol skema, kerangka berpikir, pembentukan pengertian,
pengenalan hubungan sebab-akibat. Perilaku kognitif tampak antara lain:
(1)
menyadari dirinya berbeda dan benda-befl sekitarnya;
(2)
sensitive terhadap rangsangan suara dan cahaya;
(3)
mencoba bertahan pada pengalaman-pengalaman yang menarik;
(4)
mendefinisikan objek/benda dengan manipulasinya;
(5)
mulai memahami ketetapan makna suatu objek meskipun lokasi dan posisinya
berubah.
(b)
Preoperational. period (2,0 - 7,0). Periode ini terbagi ke dalam dua
tahapan ialah preconceptual (2,0-4,0) dan intuitive (4,0 - 7,0). Periode
preconceptual ditandai dengan cara berpikir yang bersifat transduktif (menarik
konklusi tentang sesuatu yang khusus; sapi disebut juga kerbau). Periode
intuitif ditandai oleh dominasi pengamatan yang bersifat egocentric (belum
memahami cara orang lain memandang objek yang sama), seperti searah (selancar).
Perilaku kognitif yang tampak antara lain:
(1)
self-centered dalam memandang dunianya;
(2)
dapat mengklasifikasikan objek-objek atas dasar satu ciri tertentu yang
memiliki ciri yang sama, mungkin pula memiliki perbedaan dalam hal yang
lainnya;
(3)
dapat melakukan koleksi benda-benda berdasarkan suatu ciri atau kriteria
tertentu;
(4)
dapat menyusun benda-benda, tetapi belum dapat menarik inferensi dan dua benda
yang tidak her sentuhan meskipun terdapat dalam susunan yang sama.
(c)
Concrete erational (7,0 - 11 or 12,0)
Tiga
kemampuan dan kecakapan yang baru yang menandai periode ini, ialah:
rnengklasifikasikan angka-angka atau bilangan. Dalam periode mi anak mulai pula
mengkonservasi pengetahuan tertentu. Perilaku kognitif yang tampak pada periode
ini ialah kemampuannya dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah
logika meskipun masih terikat dengan objek-objek yang bersifat konkret.
(d)
Formal operational period (11,0 or 12,0 - 14,0 or 15,0)
Periode
ini ditandai dengan kernampuan untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal
yang tidak terikat lagi oleh objek-objek yang bersifat konkrit. Pen laku
kognitif yang tampak pada kita antara lain:
(1)
kemampuan berpikir hipotetis-deduktif (hypothetico-deductive thinking);
(2)
kemampuan mengembangkan suatu kemungkinan berdasarkan dua atau lebih
kemungkinan yang ada (a combinational analysis);
(3)
kemampuan mengembangkan suatu proporsi atau dasar proporsi-proporsi yang
diketahui (proportional thinking);
(4)
kemampuan menarik generalisasi dan inferensasi dan berbagai kategori objek yang
beragam.
.
4. Perkembangan Perilaku Sosial, Moralitas dan Keagamaan
a.
Perkembangan Perilaku sosial
Secara
potensial (fitriah) manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon),
kata Plato.
Perkembangan
sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga
diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma
kelompok , moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi suatu kasatuan dan
saling berkontribusi dan bekerjasama.
1)
Proses sosialisasi dan perkembangan sosial
Secepat
individu menyadari bahwa di luar dirinya itu ada orang lain, maka mulailah pula
menyadari bahwa ia harus belajar apa yang seharusnya ia perbuat seperti yang
diharapkan orang lain. Proses belajar untuk menjadi makhluk sosial ini disebut
sosialisasi.
Loree
(1970:86) dengan menyitir pendapat English & English (1958) menjelaskan
lebih lanjut bahwa sosialisasi itu merupakan suatu proses di mana individu
(terutama anak) melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial
terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelornpoknya); belajar bergaul
dengan dan bertingkah laku seperti orang lain, bertingkah laku di dalam
lingkungan sosio-kulturalnya.
Perkembangan
sosial, dengan demikian dapat diartikan sebagai sequence dari perubahan yang
bersinambungan dalam perilaku individu untuk menjadi rnakhluk sosial yang
dewasa. Charlotte Buhier mengidentifikasikan perkembangan sosial ini dalam term
kesadaran hubungan aku engkau atau hubungan subjektif-objektif. Proses
perkembangannya berlangsung secara berirama.
2)
Kecenderungan Pola Orientasi Sosial
Branson
(Loree, 1970:87-89) mengidentifikasi berdasarkan hasil studi longitudinalnya
terhadap anak usia 5-16 tahun bahwa ada tiga pola kecenderungan sosial pada
anak, ialah (1) withdrawal-expansive, (2) reactivity-placidity dan
passivity-dominance. Kalau seseorang telah memperhatikan orientasinya pada
salah satu pola tersebut, maka cenderung diikutinya sampai dewasa.
3)
Bentuk-bentuk tingkah laku sosial ,
Melalui pergaulan atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota
keluarga, orang dewasa lain maupun teman bermainnya, anak mulai mengembangkan
bentuk-bentuk tingkah laku sosial. Bentuk-bentuk tingkah laku sosial itu
antara lain, sebagai berikut :
a.
Pembangkangan
b. Agresi
c.
Berselisih
atau bertengkar
d. Menggoda
e.
Persaingan
f.
Kerja sama
b.
Perkembangan Moralitas
1.
Perkembangan Moral
Istilah
moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat
peraturan/nilai-nilai atau tatacara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan
kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau
prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti (a) seruan untuk berbuat
baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara
kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan (b) larangan mencuri, berzina,
membunuh, meminum minuman keras dan berjudi. Seseorang dapat dikatakan
bermoral, apabila tingkah laku tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang
dijunjung tingi kelompok sosialnya.
2.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
Perkembangan
moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan Anak memperoleh
nilai-nilai moral dan lingkungannya dan orangtuanya. Dia belajar untuk mengenal
nilai-nilai sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dalam mengembangkan moral anak,
peranan orangtua sangatlah penting, terutama pada waktu anak masih kecil.
Beberapa sikap orangtua yang perlu diperhatikan sehubungan dengan Perkembangan
moral anak, di antaranya sebagai berikut.
a.
Kolsisten dalam rnendidik anak
Ayah
dan ibu harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang atau
membolehkan tingkah laku tertentu ke pada anak. Suatu tingkah laku anak yang
dilarang oleh orangtua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan
kembali pada waktu lain.
b.
Sikap orangtua dalarn keluarga
Secara
tidak langsung, sikap orangtua terhadap anak, sikap ayah dan ibu, atau
sebaliknya, dapat mempengaruhi perkembangan moral anak, yaitu melalui proses
peniruan (imitasi) Sikap orangtua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan
sikap disiplin semu pada anak, sedangkan sikap yang acuh tak acuh, atau sikap
masa bodoh cenderung mengembangkan sikap kurang bertanggung jawab dan kurang
mempedulikan norma pada din anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orangtua
adalah sikap kasih sayang keterbukaan, musyawarah (dialogis), dan konsisten
c.
Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut
Orang
tua merupakan panut (teladah) bagi anak, termasuk di sini panutan dalam
mengamalkan ajaran agama. Orangtua yang menciptakan iklim yang religius
(agamis) dengan cara membersihkan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai
agama kepada anak, maka anak akan mengalami Perkembangan moral yang baik.
d.
Sikap orangtua dalam menerapkan norma
Orang
yang tidak menghendaki anaknya berbohong, atau berlaku tidak jujur, maka mereka
harus menjauhka dirinya dan Perilaku berbohong atau tidak jujur.
3.
Proses Perkembangan Moral
Perkembangan
moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut.
1.
Pendidikan langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku
yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang dewasa
lainnya. Di samping itu, yang paling penting dalam pendidikan moral mi, adalah
keteladanan dan orangtua, guru atau orang dewasa lainnya dalam melakukan
nilai-nilai moral
2.
Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau
tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orangtua, guru,
kiai, artis atau orang dewasa lainnya).
3.
Proses coba-coba (trial & error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah
laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau
penghargaan akan terus .di kembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan
hukuman atau celaan akan dihentikannya.
c.
Perkembangan Penghayatan Keagamaan
1.
Tahapan Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Sejalan
perkembangan kesadaran moralitas, perkembangan penghayatan keagarnaan, yang
erat hubungannya dengan perkembangan intelektual di samping emosional dan
volisional (konatifl, mengalami perkembangan. Para ahli umumnya (Zakiah
Daradjat, Starbuch, William James) sependapat bahwa pada garis besarnya per
kembangan penghayatan keagamaan itu dapat dibagi dalam tiga tahapan yang secara
kualitatif menunjukkan karakteristik yang berbeda. Tahapan-tahapan itu ialah
sebagai berikut.
(a)
Pertama. Masa kanak-kanak (sampai usia tujuh tahun) yang ditandai, antara lain
oleh:
(1)
sikap keagamaan reseptif meskipun banyak ber anya;
(2)
pandangan ke-Tuhan-an yang anthropormorph (dipersonifikasikafi)
(3)
penghayatan secara rohaniah masih superficial (belum mendalam) meskipun mereka
telah melakukan atau partisipasi dalam berbagai kegiatan ritual;
(4)
hal ke-Tuhan-an dipahamkan secara ideosyncritic (menurut khayalan pribadinya)
sesuai dengan taraf kemampuan kognitifnya yang masih bersifat ego centric
(memandang segala sesuatu dan sudut dirinya).
(b)
Kedua. Masa anak sekolah (7-8 sampai 11-12 tahun), yang ditandai, antara lain,
oleh:
(1)
sikap keagamaan bersifat reseptif tetapi disertai pengertian
(2)
pandangan dan paham ke-Tuhan-an diterangkan secara rasional berdasarkan
kaidah-kaidah logika yang bersumber pada indikator alam semesta sebagai
manifestasi dan eksistensi dan keagungan-Nya;
(3)
penghayatan secara rohaniah makin mendalam, melaksanakan kegiatan ritual
diterima sebagai keharusan moral.
(c)
Ketiga. Masa remaja (12-18 tahun) yang dapat dibagi ke dalam dua sub tahapan,
ialah:
(1)
masa remaja awal, yang ditandai, antara lain, oleh:
(a)
sikap negatif (meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam
pikirannya yang kritis melihat kenyataan orang-orang her agama secara hypocrit
(pura-pura) yang peng akuan dan ucapannya tidak selalu selaras dengan
perbuatannya;
(b)
pandangan dalam hal ke-Tuhan-annya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau
mende ngar berbagai konsep dan pemikiran atau aliran paham banyak yang tidak
cocok atau bertentangan satu sama lain;
(c)
pen ghayatan rohaniahnya cenderung skeptic (diliputi kewas-wasan) sehingga
banyak yang enggan melakukan berbagai kegiatan ritual yang selama mi
dilakukannya dengan penuh kepatuhan.
(2)
masa remaja akhir, yang ditandai, antara lain, oleh:
(a)
sikap kembali, pada umumnya, ke arab positif dengan tercapainya kedewasaan
intelektual, bahkan agama dapat menjadi pegangan hidup nya menjelang dewasa;
(b)
pandangan dalam hal ke-Tuhan-an dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut
dan dipilihnya;
(c)
penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses identifikasi dan
merindu puja ia dapat membedakan antara agama sebagai doktrin atau ajaran dan
manusia penganutnya, yang baik (saleh) dan yang tidak. Ta juga memahami bahwa
terdapat berbagai aliran paham dan jenis keagamaan yang penuh toleransi
seyogianya diterima sebagai kenyataan dunia ini.
2.
Proses Pertumbuhan Penghayatan Keagamaan
Para
ahli (Zakiah, Starbuch, dan lain-lain) juga sependapat bahwa meskipun tahapan
proses perkembangan seperti di atas merupakan gej ala yang universal, namun
terdapat variasi yang luas, pada tingkat individual maupun pada tingkat
kelompok (keluarga, daerah, aliran, paham) tertentu. Peranan lingkungan
keluarga sangat penting dalam pembinaan penghayatan keagamaan mi .
4. Perkembangan Perilaku Afektif, Konatif dan Kepribadian
a.
Perkembangan Fungsi-Fungsi Konatif dan Hubungannya dengan Pembentukan
Fungsi
konatif atau motivasi itu merupakan faktor penggerak perilaku manusia yang bersumber
terutama pada kebutuhan-kebutuhan dasarnya (basic needs). Jenis-jenis kebutuhan
manusia itu berkembang mulai dari sifat yang alami (misalnya, kebutuhan dasar
biologis) sampai kepada yang bersifat dipelajari sebagai pengalaman interaksi
dengan lingkungannya.
Di
dalam kenyataan yang berkembang itu bukanlah jenis motif atau kebutuhan,
melainkan beberapa sifatnya, misalnya objek dan caranya, itensitasnya, dan
sebagainya.
b.
Perkembangan Emosional dan Perilaku Afektif
Emosi
itu dapat didefinisikan sebagai suatu suasana yang kompleks ( a complex feeling
state) dan getaran jiwa (a strid up state) yang menyertai atau muncul sebelum
/sesudah terjadinya perilaku.
Aspek
emosional dari suatu perilaku, pada umumnya, selalu melibatkan tiga variabel,
yaitu rangsangan yang menimbulkan emosi (the stimulus variable),
perubahan-perubahan fisiologis, yang terjadi bila mengalami emosi (the
organismic variable), dan pola sambutan ekspresi atau terjadinya pengalaman
emosional itu (the response variable).
Emosi
sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti
pengamatan dan berpikir.
2.
Bersifat fluktuatif (tidak tetap)
3.
Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera.
Emosi
dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi
kejiwaan (psikis).
a.
Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dan luar terhadap
tubuh, seperti: rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar.
b.
Emosi psikis, di antaranya adalah:
1)
Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup
kebenaran.
2)
Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain,
baik bersifat perorangan maupun kelompok.
3)
Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai-nilai balk dan
buruk atau etika moral.
4)
Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan
keindahan dan sesuatu, baik bersifat kebendaan maupun kerohanian.
5)
Perasaan Ketuhanan. Salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Tuhan,
dianugerahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya.
Perkembangan Kepribadian
c.
Perkembangan Kepribadian
1.
Pengertian Kepribadian
Istilah
kepribadian merupakan terjemahan dan Bahasa Inggris”personality”.
Istilah personality secara etimologis berasal dan bahasa Latin “person” (kedok)
dan “personare” (menembus). Persona biasanya dipakai oleh para pemain sandiwara
pada zaman kuno untuk memerankan satu bentuk tingkah laku dan karakter pribad
Sedangkan yang dimaksud dengan personare adalah bahwa pemain sandiwara itu
dengan melalui kedoknya berusaha menembus keluar untuk mengekspresikan satu
bentuk gambaran manusia tertentu.
Kepribadian
dapat juga diartikan sebagai “kualitas perilaku individu yang tamj
alamrnelakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan secara unik” Keunikan
penyesuaian tersebut sangat berkaitan dengan aspek-aspek kepribadian itu
sendiri, yaitu meliputi hal-hal berikut.
1)
Karakter, yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika pen laku, konsisten
atau teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
2)
Temperamen, yaitu disposisi reaktif seseorang, atau cepat/lambatnya mereaksi
terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan
3)
Sikap terhadap objek (orang, benda, peristiwa, norma dan sebagainya) yang
bersifat positif, negatif atau ambivalen (ragu-ragu).
4)
Stabilitas emosi, yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan
dan lingkungan. Seperti: mudah tidaknya tersinggung marah, sedih atau putus
asa.
5)
Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima risiko dan tindakan
atau perbuatan yang dilakukan. Seperti: mau menerima risiko secara wajar, cuci
tangan, atau melarikan diri risiko yang dihadapi.
6)
Sosiabilitas, yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan
interpersonal. Disposisi ini seperti tampak dalam sifat pribadi yang tertutup
atau terbuka; dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
2.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian
Kepribadian
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik hereditas (pembawaan) maupun lingkungan
(seperti: fisik, sosial, kebudayaan, spiritual).
a.
Fisik. Faktor yang dipandang mempengaruhi perkembangan kepribadian
adalah postur tubuh (langsing, gemuk, pendek atau tinggi), kecantikan (cantik
atau tidak cantik), kesehatan (sehat atau sakit-sakitan), keutuhan tubuh (utuh
atau cacat), dan keberfungsian organ tubuh.
b.
Intelegensi. Individu yang inteligensinya tinggi atau normal biasa mampu
menyesuaikan din dengan lingkungannya secara wajar, sedangkan yang rendah
biasanya sering mengalami hambatan atau kendala dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan.
c.
Keluarga. Suasana atau iklim keluarga sangat penting bagi perkembangan
kepribadian anak. Seorang anak yang dibesar kan dalam Iingkungan keluarga yang
harmonis dan agamis, maka perkembangan kepribadian anak tersebut cenderung
positif. Adapun anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang broken
home, kurang harmonis, maka perkembangan kepribadiannya cenderung akan
mengalami distorsi atau mengalami kelainan dalam penyesuaian dirinya
(maladjustment).
d.
Teman sebaya (peer group). Setelah masuk sekolah, anak mulai bergaul
dengan teman sebayanya dan menjadi anggota dan kelompoknya. Anak menilai
dirinya sendiri dan kedudukannya dalam kelompok. Bagi anak yang kurang mendapat
kasih sayang dan bimbingan keagamaan atau etika dan orangtuanya, biasanya
kurang memiliki kemampuan selektif dalam memilih teman dan mudah sekali
terpengaruh oleh sifat dan perilaku kelompoknya.
e.
Kebudayaan. Setiap kelompok masyarakat (bangsa, ras, atau suku bangsa)
memiliki tnadisi, adat, atau kebudaya yang khas.
3.
Perubahan Keprbadian
faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya perubahan ke dalam tiga kategori, yaitu:
a.
Faktor organik, seperti: makanan, obat, infeksi, dan gangguan organik.
b.
Faktor lingkungan sosial budaya, seperti: pendidikan, rekreasi dan partisipasi
sosial.
c.
Faktor dari dalam individu itu sendiri, seperti: tekanan emosional identifikasi
terhadap orang lain, dan imitasi.
4.
Karakteristik Kepribadian
E.B.
Hurlock (1986) mengemukakan bahwa penyesuaian yang sehat atau kepribadian yang
sehat (healthy personality) ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai
berikut.
a.
Mampu menilai diri secara realistis
b.
Mampu menilai situasi secara realistik.
c.
Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik.
d.
Menerima tanggung jawab.
KESIMPULAN
Dalam aspek-aspek perkembangan ini terdiri dari: perkembagna fisik, bahasa,
kognitif, perilaku sosial. Moralitas, dan keagamaan, perkembangan afektif,
konatif, dan kepribadian.
Dalam aspek perkembangan fisik terdiri dari Perkembangan
anatomis dan fisiologi. Dalam aspek perkembangan bahasa menjelaskan bahwa
bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian
ini tercakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan
dinyatakan dalam bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan sesuatu
pengertian, seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat, bilangan,
lukisan, dan mimik muka. Mengenai aspek Perkembangan sosial merupakan
pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai
proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok , moral,
dan tradisi, meleburkan diri menjadi suatu kasatuan dan saling berkontribusi
dan bekerjasama.
Dalam aspek-aspek perkembangan di atas saling mempengaruhi antara satu dengan
yang lainnya. Dan dalam aspek-aspek perkembangan itu di pengaruhi oleh faktor
dari dalam maupun dari luar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar serta kritik dan saran yang membangun. Terima Kasih.