Rabu, 13 Mei 2015

ILMU KEPELATIHAN (Metode Latihan Daya Tahan atau Endurance)



A. PENDAHULUAN
Endurance atau daya tahan dapat dibagi ke dalam dua macam. Pertama adalah daya tahan otot setempat atau muscular endurance (local endurance). Yaitu daya tahan yang menunjukkan kemampuan otot atau sekelompok otot, dalam melaksanakan tugasnya dengan waktu yang cukup lama. Seperti misalnya pada waktu melakukan latihan angkat berat atau weight training, melakukan pukulan jab berkali-kali dalam tinju, dan  juga dalam gulat. Latihan yang dilakukan untuk keperluan ini dapat dilaksanakan secara ritmik dan berulang-ulang, misalnya dalam bench press, atau secara statis seperti latihan isometrik, misalnya latihan mengunci lawan dalam bergulat.
Sedang yang dimaksud dengan latihan endurance pada umumnya yaitu Cardiorespiratory Endurance, adalah latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan seluruh tubuh untuk selalu bergerak dalam tempo sedang sampai cepat, yang cukup lama. Latihan yang dilaksanakan untuk keperluan ini, misalnya berlari, berenang atau bersepeda. Jadi yang dimaksud endurance adalah kemampuan seseorang untuk melaksanakan gerak dengan seluruh tubuhnya, dalam waktu yang cukup lama dan dengan tempo sedang sampai cepat, tanpa mengalami rasa sakit dan kelelahan berat.

B. SISTEM CARDIOVASCULAR
Pengendalian sistem cardiovascular ditujukan untuk memperlancar metabolisme tubuh, dengan cara mempertahankan tekanan dan pembagian darah ke dalam jaringan-jaringan. Pada saat latihan berlangsung, apabila keperluan oksigen dan zat-zat makanan untuk otot bertambah besar. Secara reflek akan terjadi perubahan pengaliran aliran darah, seperti timbulnya kenaikan volume darah tiap menit dan bertambahnya jumlah darah yang mengalir keotot-otot yang lebih aktif, sementara terjadi penurunan aliran kearah jaringan-jaringan yang kurang aktif. Namun aliran darah ke daerah-daerah rawan seperti kearah otak dan jantung sendiri, akan tetap atau meningkat.
Jantung dalam posisi tubuh bagaimanapun, akan selalu memompa darah keseluruh tubuh melalui jalur-jalur yang disebut sistem vascular. Yaitu jalur yang terdiri dari saluran-saluran transportasi darah keseluruh tubuh dan kembali lagi ke jantung. Saluran-saluran darah tersebut terdiri dari arteri-arteri, yang makin kecil dan masuk kejaringan tubuh seperti otot dan disebut kapiler. Sedangkan saluran darah yang kembali kejantung di sebut vena-vena kecil yang kemudian makin besar dan akhirnya masuk kejantung dan disebut vena cava.


C. PENGARUH LATIHAN TERHADAP CARDIOVASCULAR
1. Pengaruh latihan terhadap denyut jantung tiap menit
Dikemukakan oleh Willmore dan Costill, bahwa denyut jantung adalah parameter yang sederhana dan cukup informatif, untuk mengukur tinggi rendahnya aktivitas tubuh seseorang. Denyut jantung yang normal, dalam arti tidak mengalami kelainan, rata-rata adalah antara 60-80 kali tiap menit. Sedang denyut jantung orang-orang yang terlatih, lebih-lebih atlit yang menggunakan endurance tinggi, seperti atlit pelari jarak jauh, denyut jantung mereka waktu istirahat dapat mencapai tingkat yang paling rendah, yaitu antara 28-40 kali tiap menit.
Dalam latihan tingkat submaksimal, dan berlangsung secara stabil, denyut jantung meningkat cepat untuk selanjutnya stabil setiap menitnya. Keadaan stabil seperti ini disebut “steady State Heart Rate”. Yaitu suatu keadaan dimana denyut jantung tidak lagi bertambah cepat oleh pacuan yang timbul karena latihan tersebut.
2. Pengaruh latihan terhadap volume denyut
Yang dimaksud dengan volume denyut adalah jumlah darah yang dipompa keluar jantung setiap denyut. Menurut willmore dan costill, volume denyut ditentukan  oleh empat faktor, yaitu:
-   Kembalinya darah vena ke jantung
-   Perbedaan mengembangnya kedua ventricul
-   Perbedaan kontraksi kedua ventricul
-   Tekanan aorta atau pumonary artery
Kedua faktor yang disebut lebih dahulu, mempengaruhi pengisian ventricul yaitu berapa banyak jumlah darah yang dapat dimasukkan, dan bagaimana mudahnya ventricul terisi dengan tekanan yang ada. Sedangkan kedua faktor yang disebut kemudian, mempengaruhi ventricul mengosongkan diri yaitu suatu tenaga yang dikerahkan, untuk menekan darah supaya dapat mengalir ke arah arteri.
3. Pengaruh latihan terhadap volume tiap menit
Karena volume latihan tiap menit adalah hasil kali denyut tiap menit dengan volume denyut, maka apabila denyut tiap menit bertambah besar, maka besar pula volumenya tiap menit. Lebih-lebih dalam kegiatan latihan olahraga, dimana kedua faktor tersebut akan naik lebih besar, maka lebih besar pula volume tiap menit.
Volume tiap menit pada waktu istirahat yang kurang lebih 5 liter/menit, dapat meningkat menjadi 20-40 liter/menit dalam suatu intensitas latihan tertentu. Pada saat dimulainya suatu latihan, volume tiap menit meningkat karena kenaikan denyut tiap menit dan kenaikan volume denyut. Tetapi latihan  mencapai tingkat 50-60 persen dari kapasitas individu masing-masing, kenaikan volume tiap menit secara teoritis disebabkan oleh hanya kenaikan denyut tiap menit. Dimana volume denyut diperkirakan  sudah pada keadaan steady state heart rate.
4. Pengaruh latihan terhadap aliran darah
Pembagian jumlah darah kejaring-jaringan dalam tubuh, akan mengalami perubahan apabila seseorang merubah posisi dari keadaan istirahat, kemudian melakukan aktivitas atau latihan olahraga. Dalam hal ini darah akan dialirkan kearah jaringan yang lebih banyak aktivitasnya.
Pada saat istirahat, menurut Willmore dan Costill, hanya 15-20 persen darah dari seluruh volume tiap menit, yang dialirkan ke otot, sementara pada waktu latihan yang cukup melelahkan, otot akan menerima 80-85persen dari seluruh volume tiap menit. Keadaan seperti ini disebabkan oleh karena terjadi pengurangan pembagian yang ditujukan ke arah jaringan-jaringan otah, ginjal, jantung, hati dan lainnya.
pemindahan aliran darah dari daerah yang kurang aktif, ke daerah yang lebih aktif selama latihan, adalah karena menyempitnya pembuluh darah pada daerah yang kurang aktif, dan terbukanya lebih lebar pembuluh darah pada derah yang aktif. pada daerah yang aktif akan terjadi kenaikan metabolisme yang disebabkan timbulnya kontraksi otot yang kuat.
5. Pengaruh latihan terhadap tekanan darah
Tekanan darah sistole meningkat berbanding lurus dengan kenaikan intensitas latihan, yang besarnya kurang lebih antara 120 mmhg pada waktu istirahat sampai 200 mmhg atau lebih, pada suatu titik latihan yang melelahkan. Tekanan darah sistole dilaporkan oleh wilmore dan costill, dapat mencapai 240mmhg sampai 250mmhg pada atlet yang sehat dan terlatih dengan intensitas maksimal.
Kenaikan tekanan sistole tersebut sebagai akibat langsung dari pada kenaikan volume tiap menit, yang disebabkan peningkatan kapasitas aktivitas tubuh. Sedang tekanan darah diastole, dilaporkan sangat kecil perubahannya, dan bila terjadi, bukan karena pengaruh latihan. Kenyataan menunjukkan bahwa kenaikan tekanan diastole 10mmhg atau lebih sudah dianggap tidak normal.
6. Pengaruh latihan terhadap darah
Jumlah oksigen yang terdapat didalam darah pada waktu istirahat bervariasi antara 20ml 02 setiap 100ml darah dalam arteri sampai 14ml 02 setiap 100ml darah dalam vena. Perbedaan 20-14= 6 ml tersebut disebut perbedaan oksigen arteri-vena. Dan hal ini menggambarkan penggunaan oksigen dalam darah saat mengalir ke seluruh tubuh.
Pada suatu latihan, terjadi peningkatan perbedaan 02 arterial-vena, yang menggambarkan penurunan jumlah oksigen di dalam vena. Sedang jumlah oksigen dalam arteri tidak mengalami perubahan. Penurunan oksigen dalam vena mendekati nol, pada otot-otot yang sangat aktif. Perubahan komposisi darah juga mengalami perubahan apabila seseorang dari posisi diam kemudian melakukan latihan-latihan atau gerak-gerak  yang cukup berat.
Sel-sel darah merah mengecil  pada waktu gerakan atau latihan berlangsung, dalam waktu lama dan cairan di dalam tubuh akan kehilangan substansi. Protein misalnya mungkin akan berkurang atau hilang dari dalam volume plasma, walaupun menurut penelitian pada bidang ini belum mendapat pengesahan.

D. Metode latihan peningkatan daya tahan atau endurance
Ada sejumlah metode atau cara untuk meningkatkan kapasitas daya tahan atau endurance, dalam hal ini adalah cardiovascular endurance, yaitu mulai dari latihan-latihan interval training, sampai latihan lari jarak jauh dalam tempo rendah. Pada dasarnya semua latihan berlari, bersepeda, dan berenang adalah merupakan latihan endurance.
Sepertih halnya  didalam latihan beban atau weight training, maka didalam latihan  endurance juga harus memperhatikian prinsip progressive overload. Apabila didalam program latihan weight training memakai beban yang selalu ditambah, sebagai penerapan prinsip progressive overload. Maka didalam latihan endurance, yang dipakai untuk memenuhi prinsip progressive overload adalah dengan cara memanipulasi faktor-faktor: Intensitas, Frekwensi dan lama latihan dalam program latihan yang dilakukannya.
Pada dasarnya prinsip overload pada latihan endurance tersebut, adalah untuk memberi kesempatan tubuh melakukan adaptasi fisiologis terhadap tugas-tugas yang lebih berat. Oleh karena proses adaptasi tubuh terhadap latihan, memerlukan waktu yang cukup , maka latihan endurance tersebut juga memerlukan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.
1. Intensitas Latihan
Yang dimaksud dengan intensitas latihan adalah suatu dosis (jatah) latihan yang harus dilakukan seorang atlet, menurut program yang ditentukan. Apabila intensitas suatu latihan tidak memadai, maka pengaruh latihan terhadap peningkatan endurance sangat kecil, atau bahkan tidak ada sama sekali. Sebaliknya, apabila intensitas latihan terlalu tinggi kemungkinan dapat menimbulkan cedera atau sakit.
Terhadap masalah intensitas latihan ini, para ahli fisiologis seperti Fox, Matheww, Brooks, Fahey dan Wilmore serta Costill mengatakan bahwa ada tiga cara untuk menentukan dosis. Ketiga cara tersebut berupa angka-angka atau persentase yang harus dicapai atau dilalui dalam suatu latihan tertentu. Masing-masing adalah: denyut jantung sebagai patokan, asam laktat sebagai patokan, dan ambang rangsang anaerobic sebagai patokan.
Oleh Dr. Morrow dari University of Houston yang menganalisa data-data tersebut, dikemukakan bahwa atlit apabila melakukan latihan endurance. Maka mereka harus berlatih dengan fase antara 289-307 meter tiap menit. Hal tersebut dimungkinkan oleh karena batas kumpulan lactat telah mencapai 4 mm dalam darah, dan angka tersebut adalah angka ideal untuk latihan endurance yang intensif. Angka 4mm lactat ini berada pada angka 50-80% VO2max, dan 70-90% dari denyut jantung maksimal atlit yang berlatih. Secara fisiologis, apabila orang tersebut akan berlatih lebih tinggi dari angka-angka tersebut, maka hasil yang akan dicapai adalah latihan yang bersifat anaerobik.
Fox dan Mathews mengemukakan bahwa apabila metode yang dipakai untuk menentukan intensitas latihan adalah denyut jantung. Maka dapat dipergunakan  dua cara menentukan apa yang disebut Target Heart Rate, datau batas rata-rata denyut tiap menit. Pertama adalah Maximal Heart Rate Reserve Method, dan kedua adalah Maximal Heart Rate Method.
Rumus Maximal Heart Rate Reserve/Method maka rumusnya adalah:
...%THR x (HHRmax – HRrest) + HRrest
Rumus Maximal Heart Rate
...% x HRmax

2. Frekwensi Latihan.
Yang dimaksud dengan frekwensi latihan adalah beberapa kali seseorang melakukan latihan yang cukup intensif dalam satu minggunya. Pada umumnya telah disepakati bahwa makin banyak frekwensi latihan tiap minggu, makin cepat pula hasi peningkatan kapasitas endurance orang tersebut.
Namun demikian disarankan agar didalam menentukan frekwensi latihan, benar-benar memperhatikan batas kemampuan seseorang tersebut. Karena bagaimanapun juga tubuh seseorang tidak dapat beradaptasi lebih cepat dari batas kemampuannya. Apabila frekwensi latihan  diberikan dengan berlebihan, akibatnya bukan percepatan kenaikan kapasitas endurance yang dicapai, tetapi dapat mengakibatkan sakit yang berkepanjangan.
Sangat dianjurkan agar tidak menjalankan latihan apabila badan sedang tidak enak atau sakit, udara terlalu panas atau terlalu dingin, dan tubuh terlalu letih, walaupun program mingguannya belum selesai.
Tentang berapa jumlah frekwensi latihan yang efektif, tergantung kepada sifat olahraga yang dilakukannya. Fox dan Mathews mengemukakan bahwa frekwensi latihan 3-5 kali perminggu untuk endurance adalah cukup efektif. Sedang untuk meningkatkan  kapasitas anaerobic, frekwensi 3 kali perminggu cukup efektif. Program tersebut berlaku untuk semua cabang olahraga, kecuali atletik dan berenang. Frekwensi latihan yang dilakukannya adalah 5 kali perminggu untuk nomor-nomor sprint dan 6 kali seminggu untuk nomor-nomor jarak jauh.

3. Lama latihan
Yang dimaksud lama latihan adalah atau disebut duration, adalah sampai berapa minggu, atau berapa bulan program tersebut dijalankan. Sehingga seseorang atlet memperoleh kondisi endurance yang diharapkan. Jawaban atas masalah ini akan tergantung pada bagaimana keadaan kondisi atlet tersebut, dan nomor olahraga apa yang dilakukannya
Berdasarkan penelitian terhadap atlet dalam jumlah terbatas, dan pada para non atlet atau mereka yang tidak terlatih. Ternyata waktu yang digunakan dengan lama latihan antara 8-15 minggu, sudah dapat menggambarkan peningkatan kapasitas yang berarti.
Willmore dan Costill (1988), dalam masalah tersebut masih menggunakan apa yang dikemukakan Fox dan Mathews. Yaitu dengan lama latihan antara 12-16 minggu atau lebih untuk tujuan endurance sedang antara 8-10 minggu untuk tujuan anaerobic.

E. BEBERAPA CONTOH PROGRAM LATIHAN ENDURANCE
1. Interval training
Interval training yang sekarang telah menjadi sangat populer dan banyak dipakai oleh para pelatih, sebenarnya telah disusun dan dirumuskan oleh pelatih dari jerman, yaitu woldemar gerschel, pada tahun 1930-an. Dalam masalah interval training terdapat bermaca-macam perbedaan istilah yang dipergunakan menyusun program latihan. Istilah-istilah tersebut meliputi: set, repetisi, waktu latihan, jarak latihan, frekwensi latihan dan waktu istirahat antara repetisi, serta antara set.
Fox dan mathews memberikan contoh interval traininsebagai berikut: 1 set, 6 repetisi, waktu latihan tiap repetisi 33 detik, jarak latihan yard, waktu istirahat antar repetisi 1, 39 detik. Maka penjelasannya adalah atlet melakukan latihan dengan berlari sejauh 220 yard, dengan kecepatan sampai tidak boleh lebih dari 33 detik,  kemudian istirahat 1 menit 39 detik atau dilakukan sambil kembali ketempat start. Kemudian melakukan lagi prosedur yang sama sampai 6 kali. Jika selesai sampai 6 kali maka selesai latihan satu set. Jika latihan lebih dari 1 set makah istirahat antara set sekitar 2-3 menit untuk intensitas sedang dan 3-5 menit untuk intensitas latihan berat.
2. Latihan Jarak Jauh
Yang dimaksud dengan latihan ini adalah latihan berlari dengan kecepatan dan jarak yang ditentukan, tanpa waktu istirahat sampai seluruh jarak ditempuh. Fox and Mathews membagi latihan menjadi 2 cara, masing-masing adalah disebut Continuous Slow Running dan Continuous Fast-Running.
Latihan CSR biasanya jarak yang harus ditempuh adalah meliputi jarak antara 2-5 kali jarak lomba. Misalnya pelari 1 mil, maka mereka berlatih dengan jarak antara 2-5 mil. Dengan ketentuan bahwa intensitas latihan meliputi 70-75% HRR atau kira-kira 80-85% Hrmax.
Sedangkan latihan CFR, adalah latihan lari dengan fase yang lebih cepat dari latihan CSR, serta jarak yang ditempuh lebih pendek dan akibat kelelahan lebih awal dicapai. THR meliputi 80-90%HRR atau 85-95%Hrmax

3. Latihan Speed Play atau Fartlek
Dijelaskan oleh Fox dan Mathews, bahwa latihan Fartlek adalah program latihan interval training yang tidak formal. Didalam latihan ini termasuk fast and slow running yang bergantian.
Bentuk latihan fartlek ini diperkenalkan pertama kali di swedia di tahun 1930-an, dan dilakukan oleh para pelari jarak jauh. Dalam hal ini para atlit melakukan lari dengan kecepatan bervariasi, mulai dari kecepatan rendah sampai hanya melakukan joging. Pada prinsipnya tergantung pada kemauan atlet sendiri. Sehingga latihan fartlek, dapat dikatakan lebih bebas, dimana baik jarak maupun kecepatan bukan merupakan tujuan utama. Sedang tujuan utama latihan adalah kegembiraan.
Contoh suatu program latihan fartlek yang dikemukakan oleh Fox dan Mathews, yang dikutip dari Cretzmeyer, F. Dan kawan-kawan 1974 :
-          Pemanasan dengan lari biasa 5 sampai 10 menit
-          Lari cepat secara ajeg, meliputi jarak ¾ sampai 1 ¼ mil.
-          Jalan cepat selama 5 menit
-          Lari biasa diselingi dengan sprint 65-75 yard, dan diulangi sampai kelelahan terasa
-          Lari biasa diselingi melakukan loncatan-loncatan 3-4 kali
-          Lari dengan kecepatan penuh ke atas bukit sampai mencapai jarak 175-200 yard.
-          Lari dengan fase atau tempo cepat selama 1 menit
-          Kemudian diakhiri dengan lari keliling lapangan, 1-5 kali, tergantung pada nomor lari spesifikasinya.

4. Latihan Interval Circuit
Latihan semacam ini, oleh Willmore dan Cosstill dikatakan secara relatif merupakan latihan baru, dan diperkenalkan oleh beberapa negara skandinavia. Konsep latihan ini adalah penggabungan latihan interval dan circuit training. Jarak circuit antara 1 sampai 5 mil, dengan stasiun setiap jarak 400-1600 yard. Para atlet melakukan joging atau sprint diantara stasiun, kemudian berhenti disetiap stasiun untuk melakukan latihan kekuatan, fleksibilitas atau melakukan latihan endurance otot dengan cara seperti circuit training biasa dan kemudian melanjutkan joging atau sprint menuju ke stasiun berikutnya. Tempat yang dipakai latihan seperti ini adalah tempat parkir yang cukup luas, atau dilakukan di tepi kota yang banyak pohon dan berbukit-bukit.
Disamping latihan-latihan tersebut diatas, masih ada beberapa jenis latihan yang  tujuannya adalah untuk menambah kemampuan kerja, sistem-sistem pengelolaan ATP-PC dan lactat dalam otot. Latihan-latihan tersebut antara lain adalah berbentuk sprint training, interval sprinting, acceleration sprints dan hollow sprints.
Fox dan Mathews menyimpulkan bahwa latihan-latihan lari jarak jauh dalam kecepatan pelan seperti Continuous Fast-Running, jogging dan Interval Sprinting bertujuan untuk meningkatkan sistem oksigen. Dan sprint training, accelleration sprint dan hollow sprint terutama meningkatkan kemampuan sistem ATP-PC dan Lactat. Sedangkan latihan Interval training, repetition running, dan fartlek meningkatkan kedua sistem tersebut.

Latihan kondisi fisik khususnya latihan endurance dilaksanakan dengan intensitas berapa, tergantung kapan musim pertandingan dimulai dan  bagaimana status endurance mereka. Yang jelas bahwa latihan-latihan endurance dengan intensitas tinggi harus diberikan didalam musim latihan jauh sebelum musim pertandingan. Dan selama musim pertandingan diharapkan endurance mereka pada status yang prima, sampai akhir musim pertandingan berakhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar serta kritik dan saran yang membangun. Terima Kasih.

Popular Post