A.
PENDAHULUAN
Endurance
atau daya tahan dapat dibagi ke dalam dua macam. Pertama adalah daya tahan otot
setempat atau muscular endurance (local endurance). Yaitu daya tahan yang
menunjukkan kemampuan otot atau sekelompok otot, dalam melaksanakan tugasnya
dengan waktu yang cukup lama. Seperti misalnya pada waktu melakukan latihan
angkat berat atau weight training, melakukan pukulan jab berkali-kali dalam
tinju, dan juga dalam gulat. Latihan
yang dilakukan untuk keperluan ini dapat dilaksanakan secara ritmik dan
berulang-ulang, misalnya dalam bench press, atau secara statis seperti latihan
isometrik, misalnya latihan mengunci lawan dalam bergulat.
Sedang yang dimaksud dengan latihan endurance pada
umumnya yaitu Cardiorespiratory Endurance, adalah latihan yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan seluruh tubuh untuk selalu bergerak dalam tempo sedang
sampai cepat, yang cukup lama. Latihan yang dilaksanakan untuk keperluan ini,
misalnya berlari, berenang atau bersepeda. Jadi yang dimaksud endurance adalah
kemampuan seseorang untuk melaksanakan gerak dengan seluruh tubuhnya, dalam
waktu yang cukup lama dan dengan tempo sedang sampai cepat, tanpa mengalami
rasa sakit dan kelelahan berat.
B. SISTEM CARDIOVASCULAR
Pengendalian sistem cardiovascular ditujukan untuk
memperlancar metabolisme tubuh, dengan cara mempertahankan tekanan dan
pembagian darah ke dalam jaringan-jaringan. Pada saat latihan berlangsung,
apabila keperluan oksigen dan zat-zat makanan untuk otot bertambah besar.
Secara reflek akan terjadi perubahan pengaliran aliran darah, seperti timbulnya
kenaikan volume darah tiap menit dan bertambahnya jumlah darah yang mengalir
keotot-otot yang lebih aktif, sementara terjadi penurunan aliran kearah
jaringan-jaringan yang kurang aktif. Namun aliran darah ke daerah-daerah rawan
seperti kearah otak dan jantung sendiri, akan tetap atau meningkat.
Jantung dalam posisi tubuh bagaimanapun, akan selalu
memompa darah keseluruh tubuh melalui jalur-jalur yang disebut sistem vascular.
Yaitu jalur yang terdiri dari saluran-saluran transportasi darah keseluruh
tubuh dan kembali lagi ke jantung. Saluran-saluran darah tersebut terdiri dari
arteri-arteri, yang makin kecil dan masuk kejaringan tubuh seperti otot dan
disebut kapiler. Sedangkan saluran darah yang kembali kejantung di sebut
vena-vena kecil yang kemudian makin besar dan akhirnya masuk kejantung dan
disebut vena cava.
C. PENGARUH LATIHAN TERHADAP CARDIOVASCULAR
1. Pengaruh latihan terhadap denyut jantung tiap menit
Dikemukakan oleh Willmore dan Costill, bahwa denyut
jantung adalah parameter yang sederhana dan cukup informatif, untuk mengukur
tinggi rendahnya aktivitas tubuh seseorang. Denyut jantung yang normal, dalam
arti tidak mengalami kelainan, rata-rata adalah antara 60-80 kali tiap menit. Sedang
denyut jantung orang-orang yang terlatih, lebih-lebih atlit yang menggunakan
endurance tinggi, seperti atlit pelari jarak jauh, denyut jantung mereka waktu
istirahat dapat mencapai tingkat yang paling rendah, yaitu antara 28-40 kali
tiap menit.
Dalam latihan tingkat submaksimal, dan berlangsung
secara stabil, denyut jantung meningkat cepat untuk selanjutnya stabil setiap
menitnya. Keadaan stabil seperti ini disebut “steady State Heart Rate”. Yaitu
suatu keadaan dimana denyut jantung tidak lagi bertambah cepat oleh pacuan yang
timbul karena latihan tersebut.
2. Pengaruh latihan terhadap volume denyut
Yang dimaksud dengan volume denyut adalah jumlah darah
yang dipompa keluar jantung setiap denyut. Menurut willmore dan costill, volume
denyut ditentukan oleh empat faktor,
yaitu:
-
Kembalinya darah
vena ke jantung
-
Perbedaan
mengembangnya kedua ventricul
-
Perbedaan
kontraksi kedua ventricul
-
Tekanan aorta
atau pumonary artery
Kedua faktor yang disebut lebih dahulu, mempengaruhi
pengisian ventricul yaitu berapa banyak jumlah darah yang dapat dimasukkan, dan
bagaimana mudahnya ventricul terisi dengan tekanan yang ada. Sedangkan kedua
faktor yang disebut kemudian, mempengaruhi ventricul mengosongkan diri yaitu
suatu tenaga yang dikerahkan, untuk menekan darah supaya dapat mengalir ke arah
arteri.
3. Pengaruh latihan terhadap volume tiap menit
Karena volume latihan tiap menit adalah hasil kali
denyut tiap menit dengan volume denyut, maka apabila denyut tiap menit
bertambah besar, maka besar pula volumenya tiap menit. Lebih-lebih dalam
kegiatan latihan olahraga, dimana kedua faktor tersebut akan naik lebih besar,
maka lebih besar pula volume tiap menit.
Volume tiap menit pada waktu istirahat yang kurang
lebih 5 liter/menit, dapat meningkat menjadi 20-40 liter/menit dalam suatu
intensitas latihan tertentu. Pada saat dimulainya suatu latihan, volume tiap
menit meningkat karena kenaikan denyut tiap menit dan kenaikan volume denyut.
Tetapi latihan mencapai tingkat 50-60
persen dari kapasitas individu masing-masing, kenaikan volume tiap menit secara
teoritis disebabkan oleh hanya kenaikan denyut tiap menit. Dimana volume denyut
diperkirakan sudah pada keadaan steady
state heart rate.
4. Pengaruh latihan terhadap aliran darah
Pembagian jumlah darah kejaring-jaringan dalam tubuh,
akan mengalami perubahan apabila seseorang merubah posisi dari keadaan
istirahat, kemudian melakukan aktivitas atau latihan olahraga. Dalam hal ini
darah akan dialirkan kearah jaringan yang lebih banyak aktivitasnya.
Pada saat istirahat, menurut Willmore dan Costill,
hanya 15-20 persen darah dari seluruh volume tiap menit, yang dialirkan ke
otot, sementara pada waktu latihan yang cukup melelahkan, otot akan menerima
80-85persen dari seluruh volume tiap menit. Keadaan seperti ini disebabkan oleh
karena terjadi pengurangan pembagian yang ditujukan ke arah jaringan-jaringan
otah, ginjal, jantung, hati dan lainnya.
pemindahan aliran darah dari daerah yang kurang aktif,
ke daerah yang lebih aktif selama latihan, adalah karena menyempitnya pembuluh
darah pada daerah yang kurang aktif, dan terbukanya lebih lebar pembuluh darah
pada derah yang aktif. pada daerah yang aktif akan terjadi kenaikan metabolisme
yang disebabkan timbulnya kontraksi otot yang kuat.
5. Pengaruh latihan terhadap tekanan darah
Tekanan darah sistole meningkat berbanding lurus
dengan kenaikan intensitas latihan, yang besarnya kurang lebih antara 120 mmhg
pada waktu istirahat sampai 200 mmhg atau lebih, pada suatu titik latihan yang
melelahkan. Tekanan darah sistole dilaporkan oleh wilmore dan costill, dapat
mencapai 240mmhg sampai 250mmhg pada atlet yang sehat dan terlatih dengan
intensitas maksimal.
Kenaikan tekanan sistole tersebut sebagai akibat
langsung dari pada kenaikan volume tiap menit, yang disebabkan peningkatan
kapasitas aktivitas tubuh. Sedang tekanan darah diastole, dilaporkan sangat
kecil perubahannya, dan bila terjadi, bukan karena pengaruh latihan. Kenyataan
menunjukkan bahwa kenaikan tekanan diastole 10mmhg atau lebih sudah dianggap
tidak normal.
6. Pengaruh latihan terhadap darah
Jumlah oksigen yang terdapat didalam darah pada waktu
istirahat bervariasi antara 20ml 02 setiap 100ml darah dalam arteri sampai 14ml
02 setiap 100ml darah dalam vena. Perbedaan 20-14= 6 ml tersebut disebut
perbedaan oksigen arteri-vena. Dan hal ini menggambarkan penggunaan oksigen
dalam darah saat mengalir ke seluruh tubuh.
Pada suatu latihan, terjadi peningkatan perbedaan 02
arterial-vena, yang menggambarkan penurunan jumlah oksigen di dalam vena.
Sedang jumlah oksigen dalam arteri tidak mengalami perubahan. Penurunan oksigen
dalam vena mendekati nol, pada otot-otot yang sangat aktif. Perubahan komposisi
darah juga mengalami perubahan apabila seseorang dari posisi diam kemudian
melakukan latihan-latihan atau gerak-gerak
yang cukup berat.
Sel-sel darah merah mengecil pada waktu gerakan atau latihan berlangsung,
dalam waktu lama dan cairan di dalam tubuh akan kehilangan substansi. Protein
misalnya mungkin akan berkurang atau hilang dari dalam volume plasma, walaupun
menurut penelitian pada bidang ini belum mendapat pengesahan.
D. Metode latihan peningkatan daya tahan atau
endurance
Ada sejumlah metode atau cara untuk meningkatkan
kapasitas daya tahan atau endurance, dalam hal ini adalah cardiovascular
endurance, yaitu mulai dari latihan-latihan interval training, sampai latihan
lari jarak jauh dalam tempo rendah. Pada dasarnya semua latihan berlari, bersepeda,
dan berenang adalah merupakan latihan endurance.
Sepertih halnya
didalam latihan beban atau weight training, maka didalam latihan endurance juga harus memperhatikian prinsip
progressive overload. Apabila didalam program latihan weight training memakai
beban yang selalu ditambah, sebagai penerapan prinsip progressive overload. Maka
didalam latihan endurance, yang dipakai untuk memenuhi prinsip progressive
overload adalah dengan cara memanipulasi faktor-faktor: Intensitas, Frekwensi
dan lama latihan dalam program latihan yang dilakukannya.
Pada dasarnya prinsip overload pada latihan endurance
tersebut, adalah untuk memberi kesempatan tubuh melakukan adaptasi fisiologis
terhadap tugas-tugas yang lebih berat. Oleh karena proses adaptasi tubuh
terhadap latihan, memerlukan waktu yang cukup , maka latihan endurance tersebut
juga memerlukan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.
1.
Intensitas Latihan
Yang dimaksud dengan intensitas latihan adalah suatu
dosis (jatah) latihan yang harus dilakukan seorang atlet, menurut program yang
ditentukan. Apabila intensitas suatu latihan tidak memadai, maka pengaruh
latihan terhadap peningkatan endurance sangat kecil, atau bahkan tidak ada sama
sekali. Sebaliknya, apabila intensitas latihan terlalu tinggi kemungkinan dapat
menimbulkan cedera atau sakit.
Terhadap masalah intensitas latihan ini, para ahli
fisiologis seperti Fox, Matheww, Brooks, Fahey dan Wilmore serta Costill
mengatakan bahwa ada tiga cara untuk menentukan dosis. Ketiga cara tersebut
berupa angka-angka atau persentase yang harus dicapai atau dilalui dalam suatu
latihan tertentu. Masing-masing adalah: denyut jantung sebagai patokan, asam
laktat sebagai patokan, dan ambang rangsang anaerobic sebagai patokan.
Oleh Dr. Morrow dari University of Houston yang menganalisa
data-data tersebut, dikemukakan bahwa atlit apabila melakukan latihan
endurance. Maka mereka harus berlatih dengan fase antara 289-307 meter tiap
menit. Hal tersebut dimungkinkan oleh karena batas kumpulan lactat telah
mencapai 4 mm dalam darah, dan angka tersebut adalah angka ideal untuk latihan
endurance yang intensif. Angka 4mm lactat ini berada pada angka 50-80% VO2max,
dan 70-90% dari denyut jantung maksimal atlit yang berlatih. Secara fisiologis,
apabila orang tersebut akan berlatih lebih tinggi dari angka-angka tersebut,
maka hasil yang akan dicapai adalah latihan yang bersifat anaerobik.
Fox dan Mathews mengemukakan bahwa apabila metode yang
dipakai untuk menentukan intensitas latihan adalah denyut jantung. Maka dapat
dipergunakan dua cara menentukan apa
yang disebut Target Heart Rate, datau batas rata-rata denyut tiap menit. Pertama
adalah Maximal Heart Rate Reserve Method, dan kedua adalah Maximal Heart Rate
Method.
Rumus Maximal Heart Rate Reserve/Method maka rumusnya
adalah:
...%THR x (HHRmax – HRrest) + HRrest
Rumus Maximal Heart Rate
...% x HRmax
2.
Frekwensi Latihan.
Yang dimaksud dengan frekwensi latihan adalah beberapa
kali seseorang melakukan latihan yang cukup intensif dalam satu minggunya. Pada
umumnya telah disepakati bahwa makin banyak frekwensi latihan tiap minggu,
makin cepat pula hasi peningkatan kapasitas endurance orang tersebut.
Namun demikian disarankan agar didalam menentukan
frekwensi latihan, benar-benar memperhatikan batas kemampuan seseorang
tersebut. Karena bagaimanapun juga tubuh seseorang tidak dapat beradaptasi
lebih cepat dari batas kemampuannya. Apabila frekwensi latihan diberikan dengan berlebihan, akibatnya bukan
percepatan kenaikan kapasitas endurance yang dicapai, tetapi dapat
mengakibatkan sakit yang berkepanjangan.
Sangat dianjurkan agar tidak menjalankan latihan
apabila badan sedang tidak enak atau sakit, udara terlalu panas atau terlalu
dingin, dan tubuh terlalu letih, walaupun program mingguannya belum selesai.
Tentang berapa jumlah frekwensi latihan yang efektif,
tergantung kepada sifat olahraga yang dilakukannya. Fox dan Mathews
mengemukakan bahwa frekwensi latihan 3-5 kali perminggu untuk endurance adalah
cukup efektif. Sedang untuk meningkatkan
kapasitas anaerobic, frekwensi 3 kali perminggu cukup efektif. Program
tersebut berlaku untuk semua cabang olahraga, kecuali atletik dan berenang.
Frekwensi latihan yang dilakukannya adalah 5 kali perminggu untuk nomor-nomor
sprint dan 6 kali seminggu untuk nomor-nomor jarak jauh.
3.
Lama latihan
Yang dimaksud lama latihan adalah atau disebut
duration, adalah sampai berapa minggu, atau berapa bulan program tersebut
dijalankan. Sehingga seseorang atlet memperoleh kondisi endurance yang
diharapkan. Jawaban atas masalah ini akan tergantung pada bagaimana keadaan
kondisi atlet tersebut, dan nomor olahraga apa yang dilakukannya
Berdasarkan penelitian terhadap atlet dalam jumlah
terbatas, dan pada para non atlet atau mereka yang tidak terlatih. Ternyata
waktu yang digunakan dengan lama latihan antara 8-15 minggu, sudah dapat
menggambarkan peningkatan kapasitas yang berarti.
Willmore dan Costill (1988), dalam masalah tersebut
masih menggunakan apa yang dikemukakan Fox dan Mathews. Yaitu dengan lama
latihan antara 12-16 minggu atau lebih untuk tujuan endurance sedang antara
8-10 minggu untuk tujuan anaerobic.
E. BEBERAPA CONTOH PROGRAM LATIHAN ENDURANCE
1.
Interval training
Interval training yang sekarang telah menjadi sangat
populer dan banyak dipakai oleh para pelatih, sebenarnya telah disusun dan
dirumuskan oleh pelatih dari jerman, yaitu woldemar gerschel, pada tahun
1930-an. Dalam masalah interval training terdapat bermaca-macam perbedaan
istilah yang dipergunakan menyusun program latihan. Istilah-istilah tersebut
meliputi: set, repetisi, waktu latihan, jarak latihan, frekwensi latihan dan
waktu istirahat antara repetisi, serta antara set.
Fox dan mathews memberikan contoh interval
traininsebagai berikut: 1 set, 6 repetisi, waktu latihan tiap repetisi 33
detik, jarak latihan yard, waktu istirahat antar repetisi 1, 39 detik. Maka
penjelasannya adalah atlet melakukan latihan dengan berlari sejauh 220 yard,
dengan kecepatan sampai tidak boleh lebih dari 33 detik, kemudian istirahat 1 menit 39 detik atau
dilakukan sambil kembali ketempat start. Kemudian melakukan lagi prosedur yang
sama sampai 6 kali. Jika selesai sampai 6 kali maka selesai latihan satu set.
Jika latihan lebih dari 1 set makah istirahat antara set sekitar 2-3 menit
untuk intensitas sedang dan 3-5 menit untuk intensitas latihan berat.
2.
Latihan Jarak Jauh
Yang dimaksud dengan latihan ini adalah latihan
berlari dengan kecepatan dan jarak yang ditentukan, tanpa waktu istirahat
sampai seluruh jarak ditempuh. Fox and Mathews membagi latihan menjadi 2 cara,
masing-masing adalah disebut Continuous Slow Running dan Continuous
Fast-Running.
Latihan CSR biasanya jarak yang harus ditempuh adalah
meliputi jarak antara 2-5 kali jarak lomba. Misalnya pelari 1 mil, maka mereka
berlatih dengan jarak antara 2-5 mil. Dengan ketentuan bahwa intensitas latihan
meliputi 70-75% HRR atau kira-kira 80-85% Hrmax.
Sedangkan latihan CFR, adalah latihan lari dengan fase
yang lebih cepat dari latihan CSR, serta jarak yang ditempuh lebih pendek dan
akibat kelelahan lebih awal dicapai. THR meliputi 80-90%HRR atau 85-95%Hrmax
3.
Latihan Speed Play atau Fartlek
Dijelaskan oleh Fox dan Mathews, bahwa latihan Fartlek
adalah program latihan interval training yang tidak formal. Didalam latihan ini
termasuk fast and slow running yang bergantian.
Bentuk latihan fartlek ini diperkenalkan pertama kali
di swedia di tahun 1930-an, dan dilakukan oleh para pelari jarak jauh. Dalam
hal ini para atlit melakukan lari dengan kecepatan bervariasi, mulai dari
kecepatan rendah sampai hanya melakukan joging. Pada prinsipnya tergantung pada
kemauan atlet sendiri. Sehingga latihan fartlek, dapat dikatakan lebih bebas,
dimana baik jarak maupun kecepatan bukan merupakan tujuan utama. Sedang tujuan
utama latihan adalah kegembiraan.
Contoh suatu program latihan fartlek yang dikemukakan
oleh Fox dan Mathews, yang dikutip dari Cretzmeyer, F. Dan kawan-kawan 1974 :
-
Pemanasan dengan
lari biasa 5 sampai 10 menit
-
Lari cepat
secara ajeg, meliputi jarak ¾ sampai 1 ¼ mil.
-
Jalan cepat
selama 5 menit
-
Lari biasa
diselingi dengan sprint 65-75 yard, dan diulangi sampai kelelahan terasa
-
Lari biasa
diselingi melakukan loncatan-loncatan 3-4 kali
-
Lari dengan
kecepatan penuh ke atas bukit sampai mencapai jarak 175-200 yard.
-
Lari dengan fase
atau tempo cepat selama 1 menit
-
Kemudian
diakhiri dengan lari keliling lapangan, 1-5 kali, tergantung pada nomor lari
spesifikasinya.
4.
Latihan Interval Circuit
Latihan semacam ini, oleh Willmore dan Cosstill
dikatakan secara relatif merupakan latihan baru, dan diperkenalkan oleh
beberapa negara skandinavia. Konsep latihan ini adalah penggabungan latihan
interval dan circuit training. Jarak circuit antara 1 sampai 5 mil, dengan
stasiun setiap jarak 400-1600 yard. Para atlet melakukan joging atau sprint
diantara stasiun, kemudian berhenti disetiap stasiun untuk melakukan latihan
kekuatan, fleksibilitas atau melakukan latihan endurance otot dengan cara
seperti circuit training biasa dan kemudian melanjutkan joging atau sprint
menuju ke stasiun berikutnya. Tempat yang dipakai latihan seperti ini adalah
tempat parkir yang cukup luas, atau dilakukan di tepi kota yang banyak pohon
dan berbukit-bukit.
Disamping latihan-latihan tersebut diatas, masih ada
beberapa jenis latihan yang tujuannya
adalah untuk menambah kemampuan kerja, sistem-sistem pengelolaan ATP-PC dan
lactat dalam otot. Latihan-latihan tersebut antara lain adalah berbentuk sprint
training, interval sprinting, acceleration sprints dan hollow sprints.
Fox dan Mathews menyimpulkan bahwa latihan-latihan
lari jarak jauh dalam kecepatan pelan seperti Continuous Fast-Running, jogging
dan Interval Sprinting bertujuan untuk meningkatkan sistem oksigen. Dan sprint
training, accelleration sprint dan hollow sprint terutama meningkatkan
kemampuan sistem ATP-PC dan Lactat. Sedangkan latihan Interval training,
repetition running, dan fartlek meningkatkan kedua sistem tersebut.
Latihan kondisi fisik khususnya latihan endurance
dilaksanakan dengan intensitas berapa, tergantung kapan musim pertandingan
dimulai dan bagaimana status endurance
mereka. Yang jelas bahwa latihan-latihan endurance dengan intensitas tinggi
harus diberikan didalam musim latihan jauh sebelum musim pertandingan. Dan selama
musim pertandingan diharapkan endurance mereka pada status yang prima, sampai
akhir musim pertandingan berakhir.